Pada saat kembali ke Indonesia, sebenarnya Celi belum memiliki jaringan yang
cukup untuk mempraktekkan ilmunya yang kelak kita kenal sebagai Mafiacelli.
Pasca reformasi, satu-satunya petunjuk keberadaan keluarganya dalam
percaturan politik nasional adalah keberadaan saudaranya Anto sebagai
pengamat politik. Kebetulan Anto lebih dahulu pulang dari Amerika dibanding
Celi. Untunglah Celi tidak perlu menunggu lama untuk berkiprah di Jakarta.
Dia bertemu dengan Aburizal Bakrie. Ical sepertinya melihat Celi sebagai
anak muda penuh talenta. Celi melihat Ical seperti orang yang punya ambisius tinggi ingin
tampak besar dengan nama belakang keluarga. Praktek pertama politik,
Mafiaceli, memanfaatkan keambisiusan orang dengan sebesar-besarnya untuk
kepentingan diri sendiri. Celi mengajukan proposal mendirikan sebuah lembaga
swadaya masyarakat yang ingin mengembangkan pikiran liberal di Indonesia.
Sebagai umpannya, Celi mengiming-imingi Ical dengan kebesaran nama
bapaknya yang akan diangkat setiap tahun. Maka jadilah Freedom Institute
dengan penghargaan tahunan Achmad Bakrie Award. Ical merasa terpandang, Celi
dapat lahan penghidupan. Imbalannya dana yang besar dari Ical untuk Freedom
Institute plus satu unit tempat tinggal di Apartemen Rasuna untuk Celi.
Berdirinya Freedom menumbuhkan kepercayaan diri Celi. Kepercayaan diri yang
besar mendorong orang untuk ambisius. Derasnya laju aliran liberalisme dari
Freedom Institute membuat nama Celi dicari. Dia kemudian menjadi "media
darling". Dan ini bukan kebetulan belaka, dalam doktrin Mafiaceli, karunia
Tuhan itu tidak ada yang ada hanyalah usaha tiada henti. Celi tahu, tanpa
media, dia tidak akan menjadi tokoh nasional di tengah dunia yang membuat
manusia butuh pengakuan ini. Maka Celi mendekati Surya Paloh, pemilik Metro
TV. Tidak lama dia mendapatkan yang diinginkan; menjadi Host acara Save Our
Nation. Jenjang pertama kekuasaan telah mulai dirintisnya. Tepat pada
saat-saat jaya itu, Celi harus menjalani operasi bypass jantung di Amerika.
Pada saat itu, Taufiek Kiemas, suami presiden pada waktu itu Megawati
Sukarno Putri ikut membantu biaya pengobatannya.
Menjelang pemilu 2004, Celi yakin bahwa Megawati sebagai Incumbent, memiliki
semua modal untuk menjadi pemenang. Lawan-lawannya seperti SBY, Wiranto, Amien Rais dan
Hamzah Haz tidak akan sanggup membendung popularitas Mega. Celi memberikan
dukungan penuh pada Megawati padahal pada waktu itu dia masih tercatat
sebagai pembawa acara Save Our Nation. Ini menimbulkan polemic, untunglah
Celi buru-buru diminta mundur sebagai pembawa acara. Jadi Celi kemudian
benar-benar menjadi tim sukses Mega-Hasyim Muzadi. Walaupun hanya menduduki
peringkat kedua dalam pilpres putaran I, Celi tetap yakin Mega akan
memenangkannya. Pada saat penghitungan suara Pilpres putaran II, Celi
menemani Mega mengikuti perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga riset
dan televisi. Tanda-tanda kekalahan Mega mulai terlihat, esok harinya Celi
sudah menyambangi Cikeas. Duduk berdampingan dengan calon presiden terpilih
SBY. Celi melupakan Mega, lupa kalau "TK" pernah membantu operasi jantungnya;
inilah bagian dari Mafiaceli, politik yang licik. Tidak ada balas budi, yang
penting menyelamatkan diri sendiri. Hal serupa dilakukan abangnya, Anto,
sebagai pimpinan Partai Demokrasi Kebangsaan yang mendukung Wiranto, dia
tiba-tiba menyeberang pula mendukung SBY.
Dengan menggunakan Mafiaceli, Anto dan Celi mendapatkan posisi. Anto
diangkat menjadi juru bicara presiden. Sedangkan Celi juga mendapatkan
posisi yang tidak kalah strategis. Pada saat Ical menjabat sebagai Menko
Perekonomian, Celi diangkat sebagai negosiator blok Cepu. Setelah Ical ganti
posisi jadi Menko Kesra, Celi diangkat sebagai staf khususnya. Pada saat
itulah Celi muncul dengan pikiran-pikiran neolib nya. Dia mengajak
dedengkot-dedengkot sosialis intelektual yang telah berganti baju neolib
seperti Gunawan Mohamad dan teman-temannya untuk mendukung kenaikan BBM
lewat advertorial besar-besaran di media massa. Untunglah, tidak semua dari
rencana Celi pada saat menjabat sebagai staf khusus tidak terlaksana. Salah
satu yang menakutkan adalah rencana sebagai mana termuat dalam tulisannya
pada 5 September 2003 di Kompas berjudul, "Jalan California Untuk Papua".
Rizal menyarankan agar Papua dibuka seluas-luasnya untuk pendatang kalau
perlu dengan insentif dari pemerintah. Pendatang dan penduduk asli akan
berkompetisi. Dengan kata lain, lewat tulisannya itu Rizal memproyeksikan
nasib penduduk asli Papua tidak akan lebih baik dari nasib Indian di
California satu setengah abad yang lampau yang punah akibat imigrasi
penduduk kulit putih. Inilah bagian dari politik yang keji dalam mafiaceli,
untung saja rencana ini belum terlaksana.
17 Jun 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar