30 Des 2010

Makna Lir-ilir Kanjeng Sunan

Lagu lir-ilir ini disebarkan lagi oleh group musik kyai kanjeng, yang sekian ratus tahun lamanya lagu ini menjadi lagu wajib bagi masyarakat jawa pasundan pada waktu itu.

Bukan sekedar lagu dolanan .. tapi lagu penuh makna mendalam. Tidak untuk dinikmati syair dan nadanya semata, tapi lebih penting adalah untuk direnungkan dan dicontoh penyeruannya. Kalau cuman sekedar menikmati musikna saja lebih bagus kalau mendengarkan komposisi Lir-Ilir karya Handel dalam konser harpa “Harp to Heart” yang menampilkan The World Harp Ensemble (WHE), Selasa (28/5), di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. (Ada yang punya? minta dong).
Lir ilir ini ciptaan Sunan Kalijogo, ada juga yang mengatakan Sunan Giri, ada juga yang mengatakan Sunan Ampel. Wallahu a’lam yang penting adalah ciptaan salah satu dari mereka yang insyaAllah mencerminkan seruan para wali itu semua.

Am Am C Am Dm
Lir ilir, lir ilir tandure wis sumilir (Lir ilir, lir ilir tanamannya sudah mulai bersemi)
>> lir-ilir : Sayup-sayup bangun (dari tidur), tanaman : agama Islam.

C Dm
Tak ijo royo – royo (Hijau Royo royo)
>> agama Islam tumbuh subur di Tanah Jawa. Yakni hijau sebagaiman simbol umum agama Islam. Dalam politik indonesia pun dulu ada istilah “penghijauan di MPR”, dimana MPR yang dulu (sebelum 1989) banyak didominasi non muslim mulai terisi oleh praktisi2 dari kelompok Islam. Ada juga penafsiran yang mengatakan bahwa pengantin baru maksudnya adalah raja2 jawa yang baru masuk Islam. Make sense juga …

F Am
Tak sengguh temanten anyar (demikian menghijau bagaikan pengantin baru)
>> sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level mula, seperti penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya.

Am Am C Am Dm
Cah angon – cah angon penekno blimbing kuwi (Anak-anak penggembala, panjatkan pohon blimbing itu )
>> Kenapa kok cah angon ? Hadits Rasul “Al-Imaamu Ro’in” (Imam adalah Pemimpin/Penggembala). Ro’in dalam bahasa arab artinya secara bahasa penggembala dan secara urf (adat arab) juga untuk menyebut sebagai pemimpin.

>> Kenapa Belimbing : Inget : belimbing itu warnanya ijo (ciri khas Islam) dan memiliki sisi 5. Jadi, belimbing adalah isyarat agama Islam itu sendiri, yang tercermin dari 5 sisi buah belimbing yang menggambarkan Rukun Islam.

>> Kenapa penekno (ambilkan) : Inilah seruan tholabun nushroh para wali kepada para penguasa di Jawa, agar mereka bersedia mengambil Islam itu agar masyarakat bisa mengikuti langkahnya dan dengan itu aturan Islam dapat diterapkan ke masyarakat. Tidak mungkin Islam terterapkan kaffah tanpa ada kemauan penguasa “mengambil” Islam sebagai agama dan sistemnya. Para penafsir lagu lir-ilir kebanyakan tidak sasmito terhadap penggunaan kata2 penekno belimbing ini .. Kalau cuman sekedar belimbing sih biasanya anak kecil juga bisa ambil sendiri, tapi ini menggunakan kata “penekno” yang artinya adalah ambilkan buah itu untuk saya, kami dan mereka semua. Dan juga bukan peneken (panjat dan ambil untuk dirimu sendiri). Jelas ini artinya adalah seruan para wali agar raja bersedia mengimplementasikan Islam untuk masyarakat umum.

C Dm F Am
Lunyu – lunyu peneen kanggo mbasuh dododiro (Biar licin tetap panjatkan untuk mencuci pakaian-mu)
>> dodod : sejenis pakaian jawa (dNux : saya juga tidak tahu sperti apa, katanya sih seperti kemben)
>> walaupun berat ujiannya, walaupun banyak rintangannya karena masuk agama Islam itu berkonsukuensi luas baik secara keluarga, sosial dan politik, maka tetap anutlah Islam untuk membersihkan aqidahmu dan menyucikan dirimu dari dosa dosamu. Demikian juga pasti sangat berat rintangan untuk melaksanakan syariat Islam itu ditengah masyarakat, karena pasti akan berhadapan dengan agama, adat istiadat serta sistem yang telah terbangun dimasyarakat.

Am Am C Am Dm
Dododiro – dododiro kumitir bedah ing pinggir
Pakainmu itu tertiup2 angin dan sobek di pinggir pinggirnya
>> kumitir : bayangkan kain yang dijemuran dan tertiup2 angin lalu terlihat pinggir kain itu sobek2. Yang dimaksud disini adalah ketika para raja itu sudah masuk Islam, maka masih ada hal hal yang belum Islam kaffah, masih ada cacat2 di aqidah-nya sebab masih terpengaruh oleh hindu jawa
>> Bedah ing pinggir : barangkali yang dimaksud pinggir sini adalah masyarakat bawah (pinggiran), dimana pada mereka masih kurang memahami dan kurang melaksanakan Islam sebab banyak masyarakat awam belum tersentuh dakwah atau belum komitmen di Islam.

C Dm F Am
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore (Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore )
>> Betulkanlah penyimpangan2 itu baik pada dirimu atau pada masyarakatmu untuk persiapan kematianmu
>> sebo : menghadap = sowan. Mengko sore : nanti sore (waktu ajal). Usia senja : usia tua mendekati masa akhir.
>> Pesan dari para wali bahwa kamu itu wahai raja .. pasti akan mati dan akan menemui Allah SWT untuk mempertanggungjawabkan diri, keluarga dan masyarakat yang kamu pimpin. Maka benahilah dan sempurnakanlah keislamanmu dan keislaman masyarakatmu agar kamu selamat di Hari Pertanggung Jawaban (yaumul Hisab).

G Am
Mumpung pandang rembulane (Selagi terang (sinar) bulan-nya)
>> Para wali mengintatkan agar para raja melaksanakan hal itu mumpung masih terbuka pintu hidayah menerima Islam dan masih banyak ulama2 yang bisa mendampingi beliau untuk memberikan nasehat dan arahan dalam menerima dan menerapkan Islam.

G Am
Mumpung jembar kalangane (Mumpung luas kesempatannya)
>> Mumpung si Raja masih menduduki jabatan sebagai penguasa. Nanti perkaranya atau kesempatan melaksanakan ini akan hilang bila raja tersebut sudah tidak menjadi penguasa.
>> Kesempatan apa ? usia atau pangkat/kedudukan ? Kalau yang dimaksud kesempatan adalah usia, maka ini kurang cocok. Bagaimanapun juga para wali juga tahu bahwa usia itu tidak bisa ditebak. Pangkat/kedudukan lebih masuk akal sebab masih bisa diduga kapan lengsernya ..
>> Bagi saya kalangan bisa juga berarti pendukung sehingga maknanya juga bisa : mumpung selagi banyak pendukungnya
>> bagian ini sangat menjelaskan bahwa lagu ini adalah tholabun nusrhoh para wali kepada raja raja agar raja memanfaatkan kesempatannya (sebagai raja) untuk disamping masuk Islam juga terlibat aktif dalam penyebaran dan pelaksanaan syariat Islam di wilayahnya (tanah Jawa).

C Dm F G Am
Sun surako surak hiyo (Mari bersorak-sorak ayo…)
>> Sambutlah seruan ini dengan gembira “Ayo kita terapkan syariat Islam” …. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (Al-Anfal :25)
>> Mustinya pejabat pusat (SBY) ataupun daerah (gubernur2, bupati2 dan wali2) sekarang ini juga dinyanyikan lagu ini. Kalau mereka waskito lan tanggap in sasmito (bijak dan tanggap terhada tanda2), maka mereka isnyaAllah akan bersedia melaksanakan syariat Islam. Harusnya dia (SBY) yang aktif dalam pengembangan syariat Islam mengingat dia adalah masih keturunan dari Kiai Agung Kasan Besari — alias MangkuNegoro II yang memilih sebagai ulama daripada menjadi raja, seorang ulama terkemuka di Jawa (setelah jaman para Wali) yang adalah penasehat sekaligus mertua Paku Buwono II, yang mana dari ulama ini adalah juga leluhur dari Gus Dur.
Bagaimana dengan kita ? adakah terpanggil dengan lagu lir-ilir ini? Atau apakah kita juga akan menyanyi (meyerukan) hal yang sama seperti apa yang diserukan para wali untuk menyeru penguasa ?

23 Des 2010

TANTANGAN BAHASA ARAB DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Dua hari saya berada di Kota Pekalongan dalam rangka menghadiri undangan panitia seminar bahasa arab, seminar yang dihadiri sekitar 250-an peserta itu dilaksanakan oleh Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab STAIN Pekalongan pada hari Sabtu 11 Nopember 2010 kemarin bersama Prof. Dr. Mohamed Ali Kameel dan Dr. Faisal Mahmoud Adam Ibrahim, keduanya adalah Dosen Republik Sudan yang diperbantukan di UIN Maliki Malang, dan saya sangat gembira dan bahagia sekali melihat antusias peserta seminar yang di dominasi mahasiswa dan guru.

Seminar dengan topic tantangan bahasa arab dalam dunia pendidikan itu terasa memang sangat menarik untuk dibicarakan, karena bangsa Indonesia bangsa terbesar pemeluk Islam-nya di dunai itu boleh dibilang masih tertidur pulas, tentu dalam hal kemampuan berbicara bahasa arab. Padahal sadar atau tidak sadar bahasa arab itu kita butuhkan setiap hari, bahkan dalam hal tertentu wajib kita membacanya dengan berbahasa arab, kalau tidak maka hukumnya batal atau tidak sah, misal ketika kita melaksanakan salat lima waktu, membaca alqur’an dan al-hadits. Bahkan kalau kita sadar dan melakukan kuwajiban sebagai muslim taat, kita tidak henti-hentinya lisan ini bergerak untuk melafadkan kalimat yang berbahasa arab mulai bangun tidur sampai tidur lagi, misalnya dalam hal berdoa, sebagai seorang muslim seharusnya tidak melupakan berdoa jika akan melakukan sesuatu, misalnya setelah bangun tidur, ,masuk kamar mandi, keluar kamar mandi, memakai baju, menyisir rambut, keluar rumah, berkendaraan, sampai kita akan tidur kembali mulut kita selalu bergerak dengan bahasa arab.

Bahasa Arab adalah bahasa agama, juga sekaligus bahasa komunikasi internasional. Dalam urutan rangking bahasa resmi yang dipakai dalam hubungan internasional versi PBB, bahasa Arab menempati urutan nomor lima setelah bahasa inggris, bahasa Prancis, bahasa Jerman dan bahasa Cina, dan digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh 450 juta muslim di dunia yang tersebar di Benua Afrika dan Semenanjung Arab. Jika saja penduduk Indonesia yang merupakan muslim terbesar didunia banyak yang menggunakan bahasa rab sebagai bahasa sehari, bisa dimungkinkan bahasa arab dalam hal ranking bahasa resmi internasional versi PBB akan naik menjadi yang nomor tiga atau bahkan nomor dua.

Sesuai tema seminar kemarin yang mengusung tentang tantangan bahasa arab dalam dunia pendidikan, saya jelaskan, bahwa tantangan terbesar bahasa arab dan pembelajarannya sebenarnya bukan dari luar (eksternal) akan tetapi dari diri (internal) dalam kita masing-masing. Sebelum belajar bahasa arab, secara psikologis seorang siswa sudah mengklaim bahwa bahasa arab adalah bahasa sulit dipelajari, jadi mareka negative thinking terlebih dahulu, ini yang menyebabkan siswa tidak ada semangat, lesu, malas, bahkan tidak ada niat sama sekali. Bagaimana mungkin pembelajaran bahasa arab bisa berhasil dengan efektif, jika sikap alergi, antipasti dan mati motivasi sudah terlebih dahulu menghantui pembelajaran itu sendiri.

Kelemahan kedua secara edukatif, bahasa arab diajarkan oleh guru dan dosen bahasa ada kelemahan secara metodologis dan persoalan system pendidikan. Persoalan metodologis berkaitan dengan bagaimana subtansi materi itu dipilih, dikemas, dan ditransformasikan kepada peserta didik, sehingga dapat dipahami dan dipraktikan dengan efektif dan efisien. Sedangkan persoalan system pendidikan berkaitan dengan kebijakan pemerintah terhadap bahasa arab, disain kurikulum dan posisi bahasa arab dalam pendidikan yang sering dianak tirikan, apalagi di hanya sebagai pelengkap bagi mata pelajaran atau hanya cukup diajarkan sekali pertemuan saja dalam satu minggu.
Seorang muslim taat idealnya adalah mempelajari bahasa arab sebagai bahasa ilmu dan bahasa budaya sebagai produk manusia, serta sebagai bahasa agama untuk memahami kitab sucinya, bagaimana bisa membaca al-quran dengan benar dan fasih jika tidak menguasai bahasa arab dengan baik dan benar, baik dari aspek makharijul huruf, tajwid, ashwat (suara) dan tanghim (intonasi). Juga dalam hal kitab-kitab klasik (kutub turotsy) kita harus menguasai bahasa arab dengan baik.

Oleh karena itu, guru bahasa arab sebelum mengajarkan materi tersebut kepada siswa, harus pandai-pandai memberi semangat dan memberi wawasan akan pentingnya bahasa arab dibanding bahasa-bahasa lainnya, bahwa bahasa arab bukan bahasa yang sulit dan rumit, akan tetapi bahasa yang mudah dan gampang dipelajarinya. Karena semangat dan wawasan ini berkaitan erat dengan niat seseorang, Jika seseorang niat sudah kuat, insyaallah yang lain akan mudah diataswi meskipun tanpa didampingi buku baik, guru yang professional dan segalanya terbatas saumpamanya. Wallahu ‘alam

28 Okt 2010

STRATEGI PEMBELAJARAN MUFRADAT

Pengertian Kosakata (al-Mufradât)

Kosakata (Inggris: vocabulary) adalah himpunan kata atau khazanah kata yang diketahui oleh seseorang atau entitas lain, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut dan kemungkinan akan digunakannya untuk menyusun kalimat baru. Kekayaan kosakata seseorang secara umum dianggap merupakan gambaran dari intelejensia atau tingkat pendidikannya.

Menurut Horn, kosakata adalah sekumpulan kata yang membentuk sebuah bahasa. Peran kosakata dalam menguasai empat kemahiran berbahasa sangat diperlukan sebagaimana yang dinyatakan Vallet adalah bahwa kemampuan untuk memahami empat kemahiran berbahasa tersebut sangat bergantung pada penguasaan kosakata seseorang. Meskipun demikian pembelajaran bahasa tidak identik dengan hanya mempelajari kosakata. Dalam arti untuk memiliki kemahiran berbahasa tidak cukup hanya dengan menghafal sekian banyak kosakata.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata merupakan kumpulan kata-kata yang membentuk bahasa yang diketahui seseorang dan kumpulan kata tersebut akan ia digunakan dalam menyusun kalimat atau berkomunikasi dengan masyarakat. Komunikasi seseorang yang dibangun dengan penggunaan kosakata yang tepat dan memadai menunjukkan gambaran intelejensia dan tingkat pendidikan si pemakai bahasa.

Pembelajaran mufradat adalah mampu menguasai mufradat, menerjemahkannya, dan mampu menggunakannya dalam jumlah (kalimat) yang benar. Artinya tidak hanya sekedar hafal kosakata tanpa mengetahui bagaimana menggunakannya dalam komunikasi yang sesungguhnya. Jadi dalam prakteknya setelah siswa memahami kosakata kemudian mereka diajari untuk menggunakannya baik dalam bentuk ucapan maupun tulisan.

Menurut Ahmad Djanan Asifuddin, pembelajaran kosakata (al-mufradât) yaitu proses penyampaian bahan pembelajaran yang berupa kata atau perbendaharaan kata sebagai unsur dalam pembelajaran bahasa Arab.

Prinsip-prinsip dalam pemilihan mufradat yang akan diajarkan kepada pembelajar asing (selain penutur arab) adalah sebagai berikut:

1. Tawatur (Frequency), yaitu frekuensi penggunaan kata-kata yang tinggi dan sering itulah yang harus menjadi pilihan.

2.Tawazzu’ (Range), yaitu mengutamakan kata-kata yang banyak digunakan baik di negara Arab maupun di negara-negara non Arab atau di suatu negara tertentu yang mana kata-kata itu lebih sering digunakan.

3.Mutaahiyah (Availability), mengutamakan kata-kata atau kosakata yang mudah dipelajari dan digunakan dalam berbagai media atau wacana.

4.Ulfah (Familiarity), yakni mendahulukan kata-kata yang sudah dikenal dan cukup familiar didengar, seperti penggunaan kata شَمْسٌ lebih sering digunakan dari pada kata ذٌ كاءٌ , padahal keduanya sama maknanya.

5.Syumuul (Coverage), yakni kemampuan daya cakup suatu kata untuk memiliki beberapa arti, sehingga menjadi luas cakupannya. Misalnya kata يبت lebih luas daya cakupannya dari pada kata
منـزل .
6.Ahammiyah (Significance), yakni mengutamakan kata-kata yang memiliki arti yang signifikan untuk menghindari kata-kata umum yang banyak ditinggalkan atau kurang lagi digunakan.
7. ‘uruubah, yakni mengutamakan kata-kata Arab dari kata-kata serapan yang diarabisasi dari bahasa lain. Misalnya kata الهاتف , المذيـاع, التلفاز secara berurutan ini harus diutamakan pemilihannya dari pada kata التليفون , الراديو dan التلفزيون.
Pembelajaran mufrodat pada tingkat dasar
1. Menggunakan nyanyian/lagu dalam pembelajaran bahasa arab dapat dibedakan antara bernyanyi sambil belajar dan belajar sambil bernyanyi. Penggunaan lagu dalam pembelajaran mufradat dapat menghilangkan kejenuhan belajar, dan dapat memberikan kesenangan kepada pembelajar. dapat meningkatkan penguasaan mufradat atau menambah perbendaharaan mufradat,
2. Dengan menampilkan benda atau sampel yang di tunjukkan makna kata, contoh: pensil atau buku.
3. Mendengarkan dan menirukan bacaan,dan mengulang-ngulang bacaan.

Pembelajaran mufrodat pada tingkat menengah.
1. Menggunakan peragaan tubuh. Contoh guru membuka buku dalam menerangkan kata fathul kitab.
2. Menulis kata Penguasaan kosakata siswa akan sangat terbantu bilamana ia diminta untuk menulis kata-kata yang baru dipelajarinya (dengar, ucap, paham, baca) mengingat karakteristik kata tersebut masih segar dalam ingatan siswa.
3. Dengan bermain peran.
4. Menyebutkan antonym dan sinonimnya.
5. Menyebutkan kelompok katanya.
6. Menyebutkan kata dasar dan kata bentuknya.

Pembelajaran mufradat pada tingkat lanjut.
1. Menjelaskan makna kata dengan menjelaskan maksudnya.
2. Mencari makna kata dalam kamus.
3. Menerjemahkan ke dalam bahasa siswa.
4. Mengurutkan kata.
5. Meletakan kata dalam kalimat.
6. Memilih contoh kata yang baik
7. Menyusun kalimat
8. Memberikan harokat pada kata.

14 Okt 2010

STRATEGI PEMBELAJARAN TAROKIB

Pada pembahasan materi strategi pembelajaran tarokib di tingkat dasar, menengah dan lanjut, kami akan membahas terlebih dahulu tentang definisi dari tema tersebut. Definisi strategi berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu perang atau panglima perang, maka strategi adalah suatu seni merancang operasi dalam peperangan (Iskandarwassid:2009).

Definisi pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar (Dimyati, dkk:2005). Sedangkan menurut Knirk bahwa pembelajaran adalah setiap pembelajaran yang dirancang guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dalam konteks belajar-mengajar.

► Definisi tarokib adalah Seperangkat pola penataan kata dalam sesuatu bahasa.
Sedangkan strategi pembelajaran atau bisa disebut dengan teknik pengajaran adalah operasionalisasi metode. Karena itu, teknik pengajaran itu berupa rencana, aturan-aturan, langkah-langkah serta sarana yang pada prakteknya akan diperankan dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas guna mencapai dan merealisasikan tujuan pembelajaran (Abdul Hamid, dkk: 2008).
Pendapat lain mengatakan dalam konteks pembelajaran bahwa strategi menurut Gagne (1974) berarti proses pembelajaran yang menyebabkan peserta didik berpikir untuk memecahkan masalah dalam mengambil keputusan (Iskandarwassid: 2009).

Strategi pembelajaran tarokib itu sendiri,dalam beberapa lembaga pendidikan seringkali dipisahkan menjadi dua, yaitu pembelajaran nahwu dan shorof. Keduannya memiliki karakteristik materi yang bebebeda. Dengan demikian, jika keduannya berdiri sendiri, maka strategi pembelajarannya tentu akan berbeda (Imam: 2009).

Kemudian arti tingkatan mubtadi’ , mutawasith dan mutaqoddim dalam materi pembahasan ini sebenarnya memiliki banyak arti, sesuai dengan konteks yang dimaksud pada tingkatannya, karena pada tiap-tiap tingkatan MI, MTs, MA dan marhalah jami’ah itu juga memiliki pembagian dalam tingkatan mubtadi’ , mutawasith dan mutaqoddim. Namun di sini kami lebih menspesifikasikan tingkat mubtadi’ setara dengan SD/MI, tingkat mutawasith setara dengan SMP/Tsanawiyah, begitu pun dengan tingkat mutaqoddim yakni setara dengan SMA/Aliyah.

Dari beberapa definisi arti di atas, telah kita ketahui arti strategi pembelajaran secara umum dan khusus, sehingga para pakar bahasa mengatakan bahwa mempelajari gramatikal merupakan media untuk mengevaluasi kalam dan kitabah seseorang وسيلة التقويم. pEserta didik dituntut untuk menghafal kaidah-kaidah dengan urutan secara tradisional yang terdapat dalam keseluruhan kitab nahwu dan shorof tanpa melihat kebutuhan peserta didik, sehingga hasilnya peserta didik hanya menguasai struktur bahasa Arab tanpa mengetahui cara mengimplementasikannya secara praktis.
Jenjang Pengajaran Qowaid (Morfem) Dalam pengajaran Qowaid, baik Qowaid Nahwu maupun Qowaid Sharaf juga harus mempertimbangkan kegunaannya dalam percakapan/keseharian. Dalam pengajaran Qawaid Nahwu misalnya, harus diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (Jumlah Mufiidah), namun rincian materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim, fi’il, dan huruf.
Pada perkembangan terkini, pengajaran gramatikal mulai berubah pola ajar dengan mengaitkannya degan kebutuhan riil bahasa keseharian peserta didik yaitu berkisar pada pola-pola (uslub) yang digunakan dalam teks wacana, teks istima’ atau membahas kesalahan-kesalahan yang ada pada hasil karangan peserta didik. Pengajaran gramatika yang berdasarkan kebutuhan ini dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh peserta didik. Pola terakhir ini mendorong peserta didik untuk belajar qowaid secara sungguh-sungguh dan memiliki akses langsung bagi peserta didik dalam menentukan kata dan menyusun kalimat (zainuddin, dkk:2005)

Terdapat dua model pembelajaran nahwu yang dikenal dengan metode qiyasi dan istiqro’i. metode qiyasi ini diawali dengan menyajikan kaidah-kaidah dulu kemudian menyebutkan contoh-contoh’, sedangkan metode istiqroi merupakan kebalikan dari metode qiyasi, yakni pengajaran dimulai dengan menampilkan contoh-contoh kemudian disimpulkan menjadi kaidah-kaidah nahwu.
Adapun strategi dan langkah pembelajaran nahwu sesuai dengan dua metode diatas dalam penerapannya secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:


Penerapan metode qiyasi
1. Guru memulai pelajaran dengan mengutarakan tema tertentu.
2. Menjelaskan kaedah-kaidah nahwu
3. Meminta siswa untuk memahami dan menghafal kaidah-kaidah nahwu
4. Mengemukakan contoh-contoh yang berkaitan dengan kaidah
5. Memberikan kesimpulan pelajaran
6. Siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan

Penerapan metode istiqroi
1. Guru memulai pelajaran dengan menentukan topik tertentu
2. Menampilkan contoh-contoh kalimat yang berhubungan dengan tema
3. Siswa diminta untuk membaca contoh-contoh tersebut
4. Guru menjelaskan kaidah nahwu yang terdapat dalam contoh
5. Guru bersama siswa membuat kesimpulan tentang kaidah-kaidah nahwu
6. Siswa diminta untuk mengerjakan latihan-latihan
(Abdul Hamid, dkk:2008)

Contoh metode istiqro’I:
الأشجار في البستان (contoh ini adalah contoh susunan mubtada’ khobar, guru menjelaskan contoh tersebut dan menyuruh siswa untuk memperhatikan isim yang ada di awal kalimat yang bergaris bawah tersebut, dan guru menjelaskan bahwa kalimat yang ada diawal kalimat tersebut adalah mubtada’, sedangkan kalimat yang setelahnya adalah khobar).

Metode istiqroi ini dapat di terapkan di tingkatan SD/MI,SMP/ MTS dan SMA/MA, akan tetapi pada tingkatan mahasiswa, metode yang biasa digunakan terlebih dahulu adalah metode qiyasi meskipun mahasiswa tersebut belum pernah belajar tarokib.

Pemerolehan Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak mulai berbahasa dengan mengungkapkan satu kata (bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebanarnya hanyalah merupakan kalimat penuh, tetapi karena ia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, ia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat. Seandainjya anak tersebut bernama Andi dan yang ingin dia sampaikan adalah Andi mau pipis, dia akan memilih di (untuk kata Andi), mo (untuk kata mau), dan pis (untuk kata pipis).
Chaer (2003) meringakas beberapa teoti yang terkait dengan pemerolehan Sintaksis. Pertama yaitu teori tata bahsa Pivot yang menerangkan bahwa anak cenderung menggunakan kata-kata fungsi yang bercirikan sebagai berikut:
 Terdapat pada awal atau akhir kalimat
 Jumlanya terbatas
 Jarang memunculkan kata baru
 Tidak muncul sendirian
 Tidak muncul bersamaan dalam satu kalimat, dan
 Selalu merrujuk pada kata-kata lain.
Teori kedua yaitu hubungannya tata bahasa nurani yang dikemukakan oleh Mc Neil. Mengatakan bahwa ucapan anak meskipun terdiri dari dua kata juga memiliki struktur kalimat yang menunjukkkan urutan Subjek-Verbal dengan posisi Objek sebagai opsional.
Ketiga yaitu hubungan tata bahasa dan informasi situasi yang berpijak dari teori Bloom bahwa hubungan tata bahas merujuk pada konteks atau informasi situasi berjumlah cukup. Hal ini disebabkan ketaksaan gabungan kata yang dihasilkan anak.
Keempat, teori kukulatif komplek yang dikemukakan Browm yang menyatakan bahwan pemerolehan sintaksis anak dimulai dari morfem yang dikuasai. Pada anak-anak hubungan-hubungan semantic tidak selalu sejalan dengan hubungan yang dir=terapkan oleh penutur dewasa.


Daftar Pustaka

• Hamid, Abdul, dkk. 2008. Pembelajaran Bahasa Arab . Malang: UIN Press
• Imam makru. 2009. Strategi pembelajaran bahasa arab aktif. Semarang: Need’s press
• Iskandarwassid, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa.Bandung: Rosdakarya
• Zaenuddin, dkk. 2005. Metodologi dan Strategi Alternatif. Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group.

24 Agu 2010

التعليم الإلكتروني ودوره لمعلمي اللغة العربية

أ‌- مقدمة
الإلكترونيات هي العلم والتقنية التي تختص بانتقال الدقائق المشحونة في مادة شبه موصلة، وهي فرع وثيق الصلة بعلم الكهرباء حيث تقوم الأجزاء الإلكترونية بالتحكم في الإشارة الكهربائية لتوليد النتائج المطلوبة. تؤدي الإلكترونيات دورا هاما في حياتنا اليومية, مثل التلفزيون والراديو وأنظمة الصوت والرادارات والأشعة السينية وأجهزة الاتصالات والضوئيات والطائرات والسيارات والآلاف من الأجهزة الإلكترونية الأخرى.
وكذلك في عملية التعليم والتعلم، نعيش الآن عصر التكنولوجيا التعليمية التي انعكس تأثيرها على التعليم الذي هو طريق التقدم والرقي لأي مجتمع، وإذا كان المعلم يمثل أحد أركان العملية التعليمية، فإن إعداد المعلم لا بد وأن يواكب التطور الحادث في التعليم، وهذا يدعو المؤسسات التربوية المهتمة بإعداد المعلم إلى إعادة النظر في برامج إعداد المعلم، والمداخل التربوية التي يقوم عليها إعداده وإضافة الجديد إليها والعمل على تحسين وتطوير القائم منها.
يسلط هذا البحث على دور المعلم في التعلم الإلكتروني حيث أن للمعلم مكانة خاصة في العملية التعليمية، بل إن نجاح العملية لا يتم إلا بمساعدة المعلم. فالمعلم ما يتصف به من كفاءات وما يتمتع به من رغبة وميل للتعليم هو الذي يساعد الطالب على التعلم ويهيئه لاكتساب الخبرات التربوية المناسبة. صحيح أن الطالب هو محور العملية التعليمية وأن كل شيء يجب أن يكيف وفق ميوله واستعداداته وقدراته ومستواه الأكاديمي والتربوي، إلا أن المعلم لايزال العنصر الذي يجعل من عملية التعليم والتعلم ناجحة وما يزال الشخص الذي يساعد الطالب على التعلم والنجاح في دراسته ومع هذا فإن دور المعلم اختلف بشكل جوهري بين الماضي والحاضر فبعد ان كان المعلم هو كل شيء فى العملية التعليمية هو الذي يحضر الدروس وهو الذي يشرح المعلومات وهو الذي يستخدم الوسائل التعليمية وهو الذي يضع الاختبارات لتقييم التلاميذ فقد أصبح دوره يتعلق بالتخطيط والتنظيم والإشراف على العملية التعليمية أكثر من كونه شارحا لمعلومات الكتابي المدرسي لابد لنا قبل الحديث عن دور المعلم في عصر الانترنيت والتعلم الالكتروني أن تستعرض دور المعلم بين القديم والحديث، حيث تغير دور المعلم تغيرا ملحوظا من العصر الذي كان يعتمد على الورقة والقلم كوسيلة للتعلم والتعليم إلى العصر الذي يعتمد على الحاسوب والانترنيت وهذا التغير جاء انعكاسا لتطور الدراسات فى مجال التربية بخاصة وما تمخضت عنه من نتائج وتوصيان، حيث كانت قديما تعتبر المعلم العنصر الأساسي فى العملية التعليمية والمحور الرئيسي لها، ولكنها الآن تعتبر الطالب المحور الأساسي، وتبعا لذلك فقد تحول الاهتمام من المعلم الذي كان يستأثر بالعملية التعليمية إلى الطالب الذي تتمحور حوله العملية التعليمية وذلك عن طريق إشراكه في تحضير وشرح بعض أجزاء المادة الدراسية، واستخدام الوسائل التعليمية والقيام بالتجارب المختبرية والميدانية بنفسه والقيام بالدراسات المستقلة وقيم أدائه أيضا، كل هذه المحاور سيناقشها البحث ولكنه يركز على دور المعلم في التعلم الإلكتروني.

ب‌- التعريف عن التعليم الإلكتروني
هناك عدة التعريفات عن التعليم الإلكتروني، منها:
يشير عامر (2007: 19) إلى أن التعليم الإلكتروني يعني: تقديم محتوى تعليمي (إلكتروني) عبر الوسائط المعتمدة على الكمبيوتر وشبكاته إلى المتعلم بشكل يتيح له إمكانية التفاعل النشط مع هذا المحتوى ومع المعلم ومع أقرانه سواء أكان ذلك بصورة متزامنة synchronous أم غير متزامنة asynchronous وكذا إمكانية إتمام هذا التعلم في الوقت والمكان وبالسرعة التي تناسب ظروفه وقدراته، فضلا إمكانية إدارة هذا التعلم أيضا من خلال تلك الوسائط.
عرّف الجندي (391:2005) التعليم الإلكتروني E-Learning على أنه التعلم الذي يعتمد على استخدام الوسائط الإلكترونية في الاتصال بين المعلمين والمتعلمين وبين المتعلمين والمؤسسة التعليمية برمتها، وهناك مصطلحات كثيرة تستخدم بالتبادل مع هذ1 المصطلح منها: Online Education, Web Based Education, Electronic Education وغيرها من المصطلح.
قال الموسى عميد كلية الحاسب والمعلومات بجامعة الإمام بالرياض http://www.al-soman.com أن التعليم الإلكتروني هو طريقة للتعليم باستخدام آليات الاتصال الحديثة من حاسب وشبكاته ووسائطه المتعددة من صوت وصورة و رسومات وآليات بحث ومكتبات إلكترونية وكذلك بوابات الإنترنت سواء كان عن بعد أو في الفصل الدراسي، المهم المقصود هو استخدام التقنية بجميع أنواعها في إيصال المعلومات للمتعلم بأقصر وقت وأقل جهد وأكبر فائدة)
أما قال الزركاني www.ksu.edu.sa/sites/KSUArabic/Student أن التعليم الإلكتروني هو صف دراسي يقوم بتأمين المادة الدراسية كما يقوم الهاتف الخلوي بتأمين المكالمة الهاتفية في محطة للحافلات، على سبيل المثال يتيح التعليم الإلكتروني لمنتسبيه التعلم في أي مكان وفي أي وقت طالما كان لديهم حاسب مناسب, مثلما يتيح لكم الهاتف الخلوي الإتصال في أي وقت وعادة من أي مكان طالما كان لديكم جهاز هاتف مناسب.
ج. أهداف التعليم الإلكتروني
أهداف التدريب عن التعليم الإلكتروني هي تسعي معظم برامج التدريب عن بعد في مختلف أنحاء العالم إلي تحقيق مجموعة من الأهداف نذكر منها:
1. خلق بيئة تعليمية تعلمية من خلال تقنيات الإلكترونية جديدة والتنوع في مصادر المعلومات والخبرة
2. تعزيز العلاقة بين أوليآء الأمور والمدرسة، وبين المدرسة والبيئة الخارجية.
3. دعم عملية التفاعل بين الطلاب والمتعلمين والمساعدين من خلال تبادل الخبرات التربوية والآراء والمناقشات والحوارات الهادفة.
4. إكساب المعلمين المهارات التقنية لاستخدام التقنيات التعليمية الحديثة
5. تعزيز المنهج من خلال القيام بأنشطة الإلكترونية
6. تزويد المتعلم بمهارات العلم الذاتي
7. تطور دور المعلم فى العملية التعليمية حتى يتواكب مع التطورات العلمية التكنولوجية المتلاحقة.
8. جعل التدريب أكثر مرونة وتحريره من القيود المعقدة حيث تتم الدراسة دون وجود عوائق زمانية ومكانية كالاضطرار للسفر لمراكز الجامعات و معاهد التدريب
9. الإسهام في رفع المستوي الثقافي والعلمي والاجتماعي لدي أفراد المجتمع
10. سد النقص في أعضاء هيئة التدريس والمدربين المؤهلين في بعض المجالات، كما يعمل علي تلاشي ضعف الإمكانيات.
د. أهمية التعليم الإلكتروني
عرّف عامر (2007: 25) أن من أهمية التعليم الإلكتروني ما يلي :
1. يعتبر التعليم الإلكتروني مفيد في تنمية المدرسين مهنيا، خاصة الذين يعملون بنظام الدوام fulltime حيث يجدون صعوبة في حضور المقررات التقليدية المقدمة داخل الحرم الجامعي.
2. يفيد التعليم الإلكتروني في تغير طريقة أسلوب جمع المادة العلمية والبحثية التي يحتاجها الطلاب لأداء واجباتهم.
3. يساعد التعليم الإلكتروني على تعلم اللغة الأجنبية.
4. يمكن للتعليم الإلكتروني أن يفيد الطلاب غير القادرين وذوي الاحتياجات الخاصة وكذلك الطلاب غير القادرين على السفر يوميا إلى المدرسة بسبب ارتفاع كلفة المواصلات أو تعطله وسائل المواصلات العامة.
5. يساعد التعليم الإلكتروني على التعلم الذاتي والذي يسهل فيه المعلم للمتعلم الدخول إلى مجتمع المعلومات.
6. يفيد التعليم الإلكتروني قطاع كبير من العاملين في المؤسسات المختلفة
7. يكون للتعليم الإلكتروني ذا فاعلية لسكان المجتمعات الذاتية باستخدام تكنولوجيا المعلومات والاتصالات في مجال التعليم والتدريب.
ﻫ. فوائد التعليم الإلكتروني
عرّف عامر (2007: 70) أن من فوائد التعليم الإلكتروني ما يلي :
1. الحصول على مواد تعليمية أكثر
2. قدرة أحسن على محتوى التعلم
3. الملائمة
4. التطبيق العملي
5. المرونة
6. الدمج العالمي للمفاهيم والمصطلحات الجديدة
7. زيادة التفاعل بين الزملاء حيث التعلم التعاوني
8. زيادة التفاعل بين أكثر من معلم متاح عبر شبكة الانترنت
9. زيادة جودة التعلم و التركيز على مهارات التفكير التأملي النقدي
10. مساعدة الطلاب على الكشف عن ممارسة مهنية أفضل واكتساب معارف جديدة.
و. عيوب التعليم الإلكتروني
عرّف عامر (2007: 71) أن من عيوب التعليم الإلكتروني ما يلي :
1. ارتفاع كلفة التعليم الإلكتروني في كل مقرر من مقررات الفصول الدراسية في السنة الواحدة في مقابل التعليم التقليدي.
2. انتقاء العلاقة الحميمة بين الأستاذ والطالب.
3. الأضرار البدنية والذهنية التي يمكن أن تصيب الطالب من كثرة الجلوس والتركيز أمام الحاسوب والتعامل مع الانترنت خاصة الأضرار التي ربما تصيب العين من الأشعة المنعكسة من الشاشات وآلام الظهر وما إلى ذلك.
4. قد لا يكون كل الطالب قادرا على التعامل مع الحاسوب، وذلك حسب القدرات الذاتية أو الفروق الفردية بين الأشخاص.
5. قد يلغي التعليم الإلكتروني عادات ومهارات القراءة وهي قيمة تربوية
6. قد يلغي التصفح الإلكتروني التعايش الوجداني الذي يحدث بالنسبة للكتاب الورقي حيث أن الكتاب الورقي يساعد القارئ أن يقرأ ما بين السطور ويصل بخياله مع ما يقصده المؤلف من معان وأفكار وتفسيرات ويكتسب خبرات تربوية عديدة، كسرعة الفهم والاستيعاب والشعور بالمتعة الفكرية والوجدانية خلال معايشته للكتاب المطبوع التقليدي.
ز. أنواع التعليم الإلكتروني
عرف عامر (2007: 28) أن من أهم أنواع التعليم الإلكتروني ما يلي:
1. التعلم المعتمد على الكمبيوتر، وهو التعلم الذي يتم بواسطة الكمبيوتر وبرمجياته ويتيح هذا النوع من التعلم إمكانية تفاعل المتعلم مع المحتوى التعليمي دون الفاعل مع المعلم أو الأقران.
2. التعلم المعتمد على الشبكات، وهو التعلم الذي فيه توظف إحدى الشبكات ومن أهمها:
‌أ. التعلم المعتمد على الشبكة المحلية LAN
‌ب. التعلم المعتمد على الشبكة النسيجية أو العنكبوتية WEB
‌ج. التعلم المعتمد على الانترنيت INTERNET
3. التعلم الرقمي، وهو الذي يتم من خلال وسائط تكنولوجيا المعلومات والاتصالات الرقمية (الكمبيوتر وشبكاته، شبكة الكابلات التلفزيونية، أقمار البث الفضائي...)
4. التعلم عن بعد، وهو التعلم الذي يتم من خلال كافة وسائط التعلم سواء التقليدية (المواد المطبوعة، أشرطة التسجيل، الراديو، التلفزيون...) أو الحديثة (الكمبيوتر وبرمجياته وشبكته، القنوات الفضائية والهاتف النقال أو المحمول...) ويكون فيه الطالب بعيدا مكانيا أو زمانيا أو الاثنين معا عن المعلم.
ح. دور التعليم الإلكتروني لمعلمي اللغة العربية
تعد شبكة الإنترنت نظام لتبادل الاتصال والمعلومات اعتمادا على الحاسوب، حيث يحتوي نظام الشبكة العالمية على ملايين الصفحات المترابطة عالميا والتي يمكن من خلالها الحصول على الكلمات والصوت وأفلام الفيديو والافلام التعليمية وملخصات رسائل الدكتورة والماجستير والابحاث التعليمية المرتبطة بهذه المعلومات من خلال الصفحات المختارة. أن الاستخدام الواسع للتكنولوحيا وشبكة الانترنيت العالمية أداى إلى تطور مذهل وسريع في العملية التعليمية كما أثر في طريقة أداء المعلم وانجازاتها في غرفة الصف حيث صنع طريقة جديدة للتعليم ألا وهي طريقة التعليم الالكتروني والذي يعتبر تعليم جماهيري يقوم على أساس فلسفة تؤكد حق الإفراد في الوصول إلى الفرص التعليمية المتاحة بمعنى أنه تعليم مفتوح لجميع الفئات لا يتقيد بوقت وفئة من المتعلمين ولا يقتصر على مستوى أو نوع معين من التعليم. فهو يتناسب وطبيعة حاجات المجتمع وأفراده وطموحاته وتطور مهنهم ولا يعتمد على المواجهة بين المعلم والمتعلم وإنما على نقل المعرفة والمهارات التعليمية إلى المتعلم بواسائط تقنية متطورة ومتنوعة مكتوبة ومسموعة ومرئية تغني عن حضوره إلى داخل غرفة الصف.
وتتطلب هذه الطريقة من المعلم أن يلعب أدوار تختلف عن الدور التقليدي المحصور في كونه محددا للمادة الدراسية شارحا لمعلومات الكتاب المدرسي منتقيا للوسائل التعليمية، متخذا للقرارت التربوية وواضعا للاختبارت التقويمية، فاصبح دوره يرتكزعلى تخطيط العملية التعليمية وتصميمها وإعدادها على العملية التعليمية علاوة على كونه مشرفا ومديرا وموجها ومرشدا ومقيما لها. فالمعلم في هذه الطريقة يحاول أن يساعد الطلاب ليكونوا معتمدين على أنفسهم نشطين مبتكرين وصانعي مناقشات ومتعلمين ذاتيين بدل أن يكونوا مستقبلي معلومات، فهي بذلك تحقق النظريات الحديثة في التعليم المعتمدة والمركزة على المتعلم وتحقق أسلوب التعلم الذاتي له. وسوف نتطرق إلى مفهوم التعليم الإلكتروني ومستوياته ودوره في تحسين الذاكرة قبل أن نفصل دور المعلم في عصر التعليم الإلكتروني لغرض ربط الموضوع وزيادة المعرفة الإلكترونية التي لها علاقة به والقصد منها التوصيف النظري للتعليم الإلكتروني .
قد يتبادر إلى ذهن من يقرأ عنوان الموضوع، أننا بإدخال تقنية الحاسب والتعليم الإلكتروني نلغي دور المعلم في العملية التربوية التعليمية فالتعليم الإلكتروني لا يعني إلغاء دور المعلم بل يصبح دوره أكثر أهمية وأكثر صعوبة فهو شخص مبدع ذو كفاءة عالية يدير العملية التعليمية باقتدار ويعمل على تحقيق طموحات التقدم والتقنية. لقد أصبحت مهنة المعلم مزيجا من مهام القائد ومدير المشروع البحثي والناقد والموجه،
ولكي يكون دور المعلم فعالاً يجب أن يجمع المعلم بين التخصص والخبرة مؤهلاً تأهيلاً جيداً ومكتسباً الخبرة اللازمة لصقل تجربته في ضوء دقة التوجيه الفني .
ولا يحتاج المعلمون إلى التدريب الرسمي فحسب بل والمستمر من زملائهم لمساعدتهم على تعلم أفضل الطرق لتحقيق التكامل ما بين التكنولوجيا وبين تعليمهم . ولكي يصبح دورالمعلم مهما في توجيه طلابه الوجهة الصحيحة للاستفادة القصوى من التكنولوجيا على المعلم أن يقوم بما يلي :
1) أن يعمل على تحويل غرفة الصف الخاصة به من مكان يتم فيه انتقال المعلومات بشكل ثابت وفي اتجاه واحد من المعلم إلى الطالب إلى بيئة تعلم تمتاز بالديناميكية وتتمحور حول الطالب حيث يقوم الطلاب مع رفقائهم على شكل مجموعات في كل صفوفهم وكذلك مع صفوف أخرى من حول العالم عبر الإنترنت .
2) أن يطور فهما عمليا حول صفات واحتياجات الطلاب المتعلمين
3) أن يتبع مهارات تدريسية تأخذ بعين الاعتبار الاحتياجات والتوقعات المتنوعة والمتباينة للمتلقين
4) أن يطور فهما عمليا لتكنولوجيا التعليم مع استمرار تركيزه على الدور التعليمي الشخصي له .
5) أن يعمل بكفاءة كمرشد وموجه حاذق للمحتوى التعليمي
ومما لاشك فيه هو أن دور المعلم سوف يبقى للأبد وسوف يصبح أكثر صعوبة من السابق , فالتعليم الإلكتروني لا يعني تصفح إنترنت بطريقة مفتوحة ولكن بطريقة محددة وبتوجيه لاستخدام المعلومات الإلكترونية وهذا يعتبر من أهم أدوار المعلم.
ولأن المعلم هو جوهر العملية التعليمية لذا يجب عليه أن يكون منفتحا على كل جديد وبمرونة تمكنه من الإبداع والابتكار.
الدور الذي يضطلع به المعلم في التعليم بشكل عام دور هام للغاية لكونه أحد أركان العملية التعليمية ، وهو مفتاح المعرفة والعلوم بالنسبة للطالب ، وبقدر ما يملك من الخبرات العلمية والتربوية ، وأساليب التدريس الفعالة ، يستطيع أن يخرّج طلاباً متفوقين ومبدعين ، وفي التعليم الإلكتروني تزداد أهمية المعلم ويعظم دوره ، وهذا بخلاف ما يظنه البعض من أن التعليم الإلكتروني سيؤدي في النهاية إلى الاستغناء عن المعلم.
وفي الواقع فإن التعليم الإلكتروني لا يحتاج إلى شيء بقدر حاجته إلى المعلم الماهر المتقن لأساليب واستراتيجيات التعليم الإلكتروني ، المتمكن من مادته العلمية ، الراغب في التزود بكل حديث في مجال تخصصه ، المؤمن برسالته أولا ثم بأهمية التعلّم المستمر .
التعليم الإلكتروني يحتاج إلى المعلم الذي يعي بأنه في كل يوم لا تزداد فيه خبرته ومعرفته ومعلوماته فإنه يتأخر سنوات وسنوات ، لذا فإن من المهم جداً إعداد المعلم بشكل جيد حتى يصل إلى هذا المستوى الذي يتطلبه التعليم الإلكتروني ، وهذا لا يمكن أن يتأتي في ظرف أيام أو أشهر معدودة بل يحتاج الأمر إلى عمل دؤوب وجهد متواصل وتوعية دائمة .
كما أن الأمر ليس كما يفهمه البعض من أن عدة دورات في الحاسب الآلي على بعض التطبيقات يمكن أن تخرج لنا معلماً إلكترونياً ، فهناك العديد من المعلمين الذين يجيدون استخدام الحاسب الآلي إلى درجة الاحتراف ولكنهم غير قادرين على توظيف هذه المعرفة في العملية التعليمية والتربوية والممارسات الفصلية ، بسبب غياب فلسفة التعليم الإلكتروني واستراتيجياته.
ومنهم من يوظفها توظيفاً تقليدياً ، يسيء إلى التعليم الإلكتروني أكثر مما يفيده ، وذلك عندما تستخدم التقنية مع نفس ممارسات التعليم التقليدي فيكون بذلك كمن يلطخ وجه عجوز بمساحيق جميلة.
إن المعلم لكي يصبح معلماً إلكترونياً يحتاج إلى إعادة صياغة فكرية أولاً يقتنع من خلالها بأن طرق التدريس التقليدية يجب أن تتغير لتكون متناسبة مع العلم المعرفي الهائل التي تعج به كافة مجالات الحياة ، ولا بد أن يقتنع بأنه لن يصنع وحيداً رجال المستقبل الذين يعول عليهم المجتمع والأمة في صنع الأمجاد وتحقيق الريادة.
إذاً لابد له من تعلم الأساليب الحديثة في التدريس والاستراتيجيات الفعالة والتعمق في فهم فلسفتها وإتقان تطبيقها ، حتى يتمكن من نقل هذا الفكر إلى طلابه فيمارسونه من خلال أدوات التعليم الإلكتروني.
يشير نبهان (2008: 29) إلى أن المعلم له أدوار جديدة، وهي:
1. تحقيق التعلم الفعال بأقصى مشاركة للطلبة
2. التنويع في أساليب التعليم لتتواءم والحاجات المتنوعة للطلبة، وتراعي الفروق الفردية بينهم
3. استخدام نشاطات يكون الطلبة فيها هم المحور بحيث يملكون الخيارات ويتمكنون من تحديد مدى تحقيق أهدافهم
4. استخدام تطبيقات من الحياة اليومية بحيث تربط ما يتعلمه الطلبة بحياتهم العملية، وبما يمكن البناء عليه مستقبلا.
قال ابن عبد العزيز(2008: 14) أن دور المعلم يتغير من مجرد ناقل للمعلومات إلى معلم قادر على القيام بدور الميسر والموضح والمقوم والمرشد والمدرب والمحتدى والقائد البناء، ويوضح شكل تلك التحولات كما يلي:
الممارسات التربوية من إلى
الأنشطة الصفية التمركز حول المعلم التمركز حول المتعلم
دور المعلم قارىء للحقائق، ومصدرا وحيدا للمادة التعليمية متعاون، متعلم، مرشد، ومدرب ...
دور المتعلم مستمع ومتلق للمعلومات متعاون، مكتشف، باحث وخبير فى المادة التعليمية
الأهداف التعليمية التركيز على الحقائق بناء العلاقات المساعدة على الابتكارية في الأداء
مفهوم المعرفة مجرد تراكم للحقائق بنائية هادفة
دليل النجاح كمية الحقائق التي يستطاع تذكرها الجودة فى الفهم
التقويم خطى – معياري المرجع غير خطى – محكي المرجع
ويمكن تلخيص كل من التحولات التي تحدث فى النموذج لاستخدام تكنولوجيا في ثمان تحولات تتمثل فيما يلي:
1. من التعلم الخطى إلى التعلم غير الخطى متعدد الوسائط
2. من التدريس إلى البناء والاكتشاف
3. من التمركز حول المعلم إلى التمركز حول المتعلم
4. من الحفظ إلى معرفة طرق الوصول إلى المعرفة (كيف تتعلم)
5. من التعليم المدرسي إلى التعليم مدى الحياة وفي أي مكان
6. من التعليم المفروض على الجميع إلى التعليم المكيف بحسب طبيعته
7. من المدرسة كمكان تعذيب إلى المدرسة كمصدر للمتعة
8. من المعلم كمرسل إلى المعلم كميسر لحدوث التعلم.
ويشير زين الدين (330:2007) إلى تحسين مستوى الكفايات في تكنولوجيا المعلومات للمعلمين الجدد في فصول التعليم أنه :
1. يجب على مؤسسات الإعداد التربوي رفع مستوى دمج التكنولوجيا في برنامج الإعداد بشكل عام.
2. يجب أن يتم تشجيع وتدعيم أعضاء هيئة التدريس لوضع نماذج لدمج التكنولوجيا.
3. يجب أن تعهد كليات التربية بخطة في تكنولوجيا المعلومات تركز على دمج هذه التكنولوجية في عمليتي التعليم والتعلم وليس على توفير الأجهزة والتسهيلات التكنولوجية.
وللمعلم في عصر الانترنت دور مرتبط بأربع مجالات (نصر، 123:2007) هي :
1. تصميم التعليم
2. توظيف التكنولوجيا
3. تشجيع تفاعل الطلاب
4. تطوير التعلم الذاتي
ط. الفرق بين التعليم الإلكتروني والتعليم التقليدي
الفروقات بين التعليم التقليدي والتعليم الإلكتروني:
الرقم نموذج التعليم التقليدي نموذج التعليم الإلكتروني
1 المدرس هو المصدر الأساسي للتعليم المدرس هو موجه ومسهل لمصادر التعليم
2 المتعلم يستقبل أو يستسقى المعرفة المتعلم يتعلم عن طريق الممارسة والبحث الذاتي
3 المتعلم يعمل مستقلا بدون الجماعة (إلى حد ما) المتعلم يتعلم في مجموعة ويتفاعل مع الآخرين
4 كل المتعلمين يتعلمون ويعملون نفس الشيئ المتعلم يتعلم بطريقة مستقلة عن الآخرين وحسن ظروفه
5 المدرس يتحصل على تدريب أولى ومن ثم على التدريب عند الضرورة المدرس في حالة تعلم مستمر أو متواصل حيث يبدأ بالتدريب الأولى ويستمر بدون انقطاع
6 المتعلم المتميز يستكشف ويعطى له الفرصة في تكميل تعليمه المتعلم له فرصة الحصول على التعليم والمعرفة بدون عوائق مكانية أو زمانية ومدى الحياة
7 يعتمد على الحفظ والاستظهار ويركز على الجانب المعرفي لدى المتعلم على حساب الجوانب الأخرى يعتمد على طريقة حل المشكلات وينمي لدى المتعلم قدرته الإبداعية الناقدة
8 المعلم ناقل وملقن للمعلومات دور المعلم هو الإرشاد والتوجيه والنصح والمساعدة وتقديم المشورة
9 تقبل أعداد محدودة كل عام دراسي وفقا للأعداد المتاحة يسمح بقبول أعداد غير محدودة من أنحاء العالم

ي. الإختتام
تؤدي الإلكترونيات دورا هاما في حياتنا اليومية, مثل أجهزة الاتصالات والضوئيات ووسائل الإعلام ووسائل النقل والآلاف من الأجهزة الأخرى، إضافة إلى أن خطوط الإنتاج الضخمة، مهما كان نوعها أو المواد التي تنتجها. يتم التحكم بها بواسطة الإلكترونيات بأحجام كبيرة وكفاءة متدنية، حيث كانت تعتمد على الصمامات المفرغة كبيرة الحجم. ولكن مع مرور الوقت تطورت الإلكترونيات تطورا كبيرا أحجامها وزادت كفاءتها وأصبحت تطبيقاتها تنتشر في جميع أرجاء العالم.
كما على المعلم أن يجعل درسه مرغوبا فيه لدى الطلاب خلال طريقة التدريس التي يتبعها، ومن خلال استثارة فاعلية التلاميذ ونشاطهم . ومن الأهمية بمكان أن نؤكد على أن المعلم هو الأساس. فليست الطريقة هي الأساس، وإنما هي أسلوب يتبعه المعلم لتوصيل معلوماته وما يصاحبها إلى التلاميذ.
وأما دور المعلم في التعليم الإلكتروني، منها: متعاون ومتعلم ومرشد ومدرب وموجه ومسهل لمصادر التعليم.

المراجع العربية:
1. أحمد، حمدى بن عبد العزيز. 2008. التعليم الإلكتروني، الفلسفة-المبادئ-الأدوات-التطبيقات. دار الفكر، عمان – الأردن.
2. الجندي، زكريا يحيى وعلياء عبد الله . 2005. الاتصال الإلكتروني وتكنولوجيا التعليم. مكتبة العبيكان جامعة أم القرى- مكة المكرمة.
3. الصالح، صالح بن مبارك الدباسي وبدر الدين عبد الله . 2005. تكنولوجيا التعليم الماضي والحاضر والمستقبل. مكتبة الملك فهد، جامعة الملك سعود – الرياض.
4. زين الدين، محمد محمود . 2007. كفايات التعليم الإلكتروني. كلية المعلمين بجدة السعودية. جامعة قناة السويس – مصر.
5. عامر، طارق عبد الرؤوف . 2007. التعليم والمدرسة الإلكترونية . دار السحاب، جمهورية مصر العربية.
6. نبهان، يحيى محمد . 2008. الأساليب الحديثة في التعليم والتعلم . دار اليازوري العلمية، عمان- الأردن.
7. نصر، حسن بن أحمد محمود . 2007. تصميم البرمجيات التعليمية وإنتاجها. مكتبة الملك فهد – جدة.

المرجع الإلكتروني:
1. al-Musa, Abdullah bin Abdul Aziz. 2008. Antara Guru dan Media Elektronik. (http://www.al-soman.com/vb/archive/index.php/t-20440.html. Diakses 20 Juni 2009)
2. al-Zarkani, Kholil Hasan. 2007. Peran Guru dalam Pembelajaran Elektronik. Ringkasan Disertasi (Online). (www.ksu.edu.sa/sites/KSUArabic/Student. Diakses 21 Juni 2009)

* Saiful Mustofa, Sekretaris Program Magister PBA PPs. UIN Maliki Malang.
Hp. 081233434500. email: saifulmustofa@gmail.com

11 Agu 2010

شهر رمضان شهر الروح

كل عام وأنت بخير…نحن الآن في شهر رمضان، ورمضان شهر خاص انفرد بين الشهور بالصوم الذي يعني ترتيبًا مختلفًا للحياة اليومية، والعلاقات الإنسانية. اعتاد الناس على القول بأن رمضان (شهر الروح) ونحن نقول بل هو شهر الإنسان كله جسدًا وروحًا.


الأبحاث العلمية تؤكد أن الصوم يضبط وظائف الجسم، فيه راحة إجبارية للمعدة، وضبط للشهوة، وهما المدخل لكثير من متاعب الجسم في غير رمضان.


وهناك ارتباط كبير بين الغذاء والجنس وربط الله بينهما حين تحدث في القرآن عن الكافرين ووصفهم بأنهم: {يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ}... {محمد:12}.. والجنس من أعلى المتع الجسدية.


وفي الحديث إن مجاري الشهوة تضيق بالصوم، ومن الخبرة العملية فإن الجو الذي يشيع في رمضان يحصر الشهوة والسبل إليها طوال النهار- على الأقل.


طرق وجسور:


إذا كان الله سبحانه قد شرع الصوم، وفيه الامتناع عن الطعام من الفجر إلى المغرب، والغذاء يدعم الشهوة ويفتح الطريق أمامها فإننا ينبغي أن نفهم أن المداخل لتقوية الشهوة ليست هي الفم والغذاء فقط، بل السمع والبصر والكلام وحتى الخيال كلها مداخل.


وإذا كانت شياطين الجن مصفدة في رمضان؛ وبالتالي فإن الطرق إلى الشهوة تصبح أضيق، إلا أن الكباري والسكك الخلفية تزدهر وتتسع على من يسير فيها.


التنافس الشديد بين القنوات المحلية والفضائية على تقديم برامج تسلية الصيام، ثم برامج الليل حتى الصباح حوَّلت رمضان وصومه إلى أفعال فلكلورية طقوسية مظهرية، أكثر منها شعائر عبادية.


والأجواء الاجتماعية الحديثة خلّفت محدثات خرجت به عن معانيه وحكمه!! ويعنينا هنا فصل النهار عن الليل، وشغل الاثنين بما لا يعين على الاتساق مع روح الشهر.


صوم الليل والنهار:


رمضان تدريب عملي مكثف على الضبط والانضباط كان رسول الله صلى لله عليه وسلم يُقبِّل زوجاته في رمضان، ولكن كان يملك شهوته فلا يذهب إلى ما وراء ذلك، فمن استطاع ذلك فليفعل وإلا فإن السلامة لا يعدلها شيء.


وينفرد الجماع في نهار رمضان- دون بقية المفطرات- في أن كفارته الجمع بين القضاء والفدية، والأخطر أنه إفساد لبرنامج التدريب المتوازن الذي تدور حوله فلسفة رمضان ونظامه.


وكذلك فإن الامتناع المقصود عن المعاشرة الزوجية تماماً في ليالي رمضان ليس مستهدفاً ولا مطلوباً بل أحلَّه الله ليكتمل الدرس، ويكون التدريب بالكف أو الإقدام ليس رهين الفعل المكفوف عنه أو المقدم عليه في ذاته قبولاً أو رفضاً ( بل بالعكس..فالغذاء عماد الحياة، والجنس أعلى الشهوات المباحة) ولكن لأن الله الذي أباح الغذاء، وزين الشهوات الحلال هو نفسه الذي أمر بالكف عنها على نحو محدد بشكل محدد، فبالتالي نتعلم أن الأفعال لا تكتسب الحسن والقبح أو الإمكانية من عدمها بذاتها أو بنفعها أو حسب تقدير أو هوى الإنسان، وإنما امتثالاً وطاعة وتسليمًا لأمر الله سبحانه.


هذه الطاعة يجب أن تحكم الإنسان فلا يقدم أو يمتنع إلا بما يوافقها، لا زعمًا لورع كاذب ومخالفة لفطرة الله وسننه في الجسم والخلق، فبعض النساء يمنعن نزول دم الطمث بتناول حبوب منع الحمل ليمتنع الدم ويصمن، والفقه المعاصر غالبًا لا يرى في هذا بأسًا شرعيًا ما دام ليس على المرأة ضرر صحي من تناول الحبوب؛ ولكننا نرى أن الأمثل نفسيًا وجسديًا ترك الأمور على طبيعتها.. فالعبرة في رمضان والأجر يكون على الامتثال لأمر الله وليس على فعل الصوم، بدليل أنه يحرم على المريض الذي يضره الصوم أن يصوم، كما يستحسن للمسافر أن يفطر.


كما تدل الأبحاث الحديثة على أن تعاطي الهرمونات الموجودة في حبوب منع الحمل ينطوي على أضرار محتملة، ولو بعيدة المدى. ونرى أن حياة المرأة الجنسية في رمضان ينبغي أن تسير على طبيعتها، وبالنظام الذي حدده الله سبحانه دون تدخل إلا للضرورة القصوى.


مراجعة الموازين:


على غير ما تقول به ديانات مثل: المسيحية أو البوذية فإن الإسلام لا يفهم العلاقة بين الروح والجسد أو المعنوي والمادي في الإنسان من زاوية أن هناك صراعًا بين هذا وذاك.


الإسلام يقول بأن الجانبين من الله، والتكامل والتوازن هو سمت العلاقة المطلوبة بينهما. والمعيار (إن لبدنك عليك حقًا، وإن لأهلك عليك حقًا، وإن لربك عليك حقًا.. فأعط كل ذي حق حقه) ورمضان مناسبة لمراجعة ميزان الحقوق وإعادته إلى النصاب الصحيح.


الصوم يقول: إن لك جسدًا، وهذا الجسد له حقوق ومطالب، كما أن عليه واجبات ومسئوليات، ويحدد برنامجًا مقترحًا للتعامل مع هذا الجسد ورغباته بغية تلبية هذه الرغبات دون قمع أو إفراط، دون إلغاء يستقذرها أو استسلام يعطيها دفة القيادة. إنه الترويض لكي يملك الإنسان شهوته، ولا تملكه.


فرمضان يضبط لك جسدك، وروحك، وعلاقتك بأهلك، والفقراء والمساكين؛ لتراجع حساباتك، وتعطي كل ذي حق حقه.


تستطيع…ولكن:


وفي الصوم انتصار لإرادة الإنسان وإعلاء لقدرته على ضبط أموره، وهو موسم يعيد الثقة بالنفس لمن فقدوها أو يكادون.


بالإضافة إلى شيوع النميمة، والصخب، ومجالس تبديد الأعمار فيما لا ينفع يأتي إلينا من يقول: لا أستطيع التوقف عن التدخين، ويقول آخر: شهوتي ورغباتي الجنسية تشغل ذهني، وتبدد جهدي ووقتي ولا أستطيع التوقف عن التفكير، أو عن الرغبة وأتورط في مواقف محرجة بسبب هذا.


وقد تشتكي حواء من مثل هذا أيضا، والشكوى محورها (لا أستطيع..لا أستطيع).


والصوم يحاول أن يقول لك: بل تستطيع ولكنك ربما لا تريد وربما لا تحاول بجدية وربما لا تثق بقدراتك الحقيقية، أو أنك حتى لا تعرفها ولا تعرف نفسك.


لابد من الرغبة والقدرة والإرادة، وكلها مترابطة، والصوم يتعامل معها جميعًا، فيتدخل في نشأة الرغبات ويضبطها ويدعم الإرادة ويقويها، ويضاعف القدرة ويعيد الثقة فيها. وإذا كان هذا في الصوم كافة، فإن رمضان يوفر لك مناخاً عاماً تسري فيه هذه الروح في المجتمع حولك لنتساند ونتعاضد سوياً لتحقيق ذلك، فلا تشعر أنك تجاهد نفسك وحدك.


ومن هنا نقول: إن العامل النفسي العام يتأثر بالصوم على نحو إيجابي يدعم وينظم العامل الجسماني (والعلاقة الزوجية) على طريق التوازن والتكامل والاعتدال.


والإنترنت يساعدك:


الصائمون خارج العالم الإسلامي في جو مختلف عن المقيمين فيه، والإنترنت يخلق مناخًا يمكن أن تشعر معه، وكأنه في أرض المسلمين وبينهم: هناك برامج ترفع لك الأذان في موعده والمواقع العربية والإسلامية تتنافس في تقديم ما تشعر معه بروح ومذاق رمضان.


وكما أن الإنترنت يمكن أن يكون مدخلاً لكثير من الهذر واللغو في الـ Chat، وفتن و سقطات أكبر في المواقع الإباحية، فإنه يمكن أن يكون عنصرًا فعالاً في إحاطتك بجو رمضان عبر الأثير، وفي كل بقاع الدنيا.


وبالتالي لا تغلق الشبكة في رمضان ولكن اذهب إلى من يعينك على الاستفادة منه وعلى الانتظام في برنامجه التدريبي.


أتمنى لكم جسدًا مستريحًا وروحًا طيبة، ونفسًا مطمئنة بصوم مقبول، ودعوة مستجابة عند الإفطار.. أرجو أن يكون لي منها نصيب


المصدر: موقع إسلام أون لاين
15 jam yang lalu • Laporkan

20 Jul 2010

Hikmah Bulan Sya'ban

Hikmah di balik puasa Sya’ban adalah:
1. Bulan Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka sudah terhanyut dengan istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan Harom) dan juga menanti bulan sesudahnya yaitu bulan Ramadhan. Tatkalah manusia lalai, inilah keutamaan melakukan amalan puasa ketika itu. Sebagaimana seseorang yang berdzikir di tempat orang-orang yang begitu lalai dari mengingat Allah -seperti ketika di pasar-, maka dzikir ketika itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholeh mengatakan, “Sesungguhnya Allah tertawa melihat orang yang masih sempat berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah tempatnya orang-orang lalai dari mengingat Allah.”

2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap bulannya sebanyak tiga hari. Terkadang beliau menunda puasa tersebut hingga beliau mengumpulkannya pada bulan Sya’ban. Jadi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Sya’ban sedangkan di bulan-bulan sebelumnya beliau tidak melakukan beberapa puasa sunnah, maka beliau mengqodho’nya ketika itu. Sehingga puasa sunnah beliau menjadi sempurna sebelum memasuki bulan Ramadhan berikutnya.

3. Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 234-243).

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut. “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506). Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya (terkabulnya) do’a. (Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad)
Malam Nishfu Sya’ban, Malam Diturunkannya Al Qur’an

Di antara kaum muslimin ada yang menganggap bahwa malam Nishfu Sya’ban (malam pertengahan bulan Sya’ban) adalah malam yang istimewa. Di antara keyakinan mereka adalah bahwa malam tersebut adalah malam diturunkannya Al Qur’an. Sandaran mereka adalah perkataan ‘Ikrimah tatkala beliau menjelaskan maksud firman Allah, “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4)
Yang dimaksud dengan malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar, menurut mayoritas ulama. Sedangkan ‘Ikrimah –semoga Allah merahmati beliau- memiliki pendapat yang lain. Beliau berpendapat bahwa malam tersebut adalah malam nishfu sya’ban. (Zaadul Maysir, 5/346)

Namun pendapat yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu turun pada malam nishfu Sya’ban adalah pendapat yang lemah karena pendapat tersebut telah menyelisihi dalil tegas Al Qur’an. Ayat di atas (surat Ad Dukhan) itu masih global dan diperjelas lagi dengan ayat,
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an.” (QS. Al Baqarah:185). Dan dijelaskan pula dengan firman Allah,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada Lailatul Qadr.” (QS. Al Qadr:1)

Syeikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah mengatakan, “Klaim yang mengatakan bahwa malam yang penuh berkah (pada surat Ad Dukhan ayat 3-4) adalah malam Nishfu Sya’ban –sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Ikrimah dan lain-lain-, tidak diragukan lagi bahwasanya itu adalah klaim yang jelas keliru yang menyelisihi dalil tegas dari Al Qur’an. Dan tidak diragukan lagi bahwa apa saja yang menyelisihi al haq (kebenaran) itulah kebatilan. Sedangkan berbagai hadits yang menerangkan bahwa yang dimaksudkan dengan malam tersebut adalah malam nishfu Sya’ban, itu jelas-jelas telah menyelisihi dalil Al Qur’an yang tegas dan hadits tersebut sungguh tidak berdasar. Begitu pula sanad dari hadits-hadits tersebut tidaklah shahih sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul ‘Arobi dan para peneliti hadits lainnya. Sungguh sangat mengherankan, ada seorang muslim yang menyelisihi dalil Al Qur’an yang tegas, padahal dia sendiri tidak memiliki sandaran dalil, baik dari Al Qur’an atau hadits yang shahih.” (Adhwaul Bayan, 1552)

19 Jul 2010

Fadlilah Bulan Sya'ban

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, saat ini kita telah menginjak bulan Sya’ban. Namun kadang kaum muslimin belum mengetahui amalan-amalan yang ada di bulan tersebut. Juga terkadang kaum muslimin melampaui batas dengan melakukan suatu amalan yang sebenarnya tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga dalam tulisan yang singkat ini, Allah memudahkan kami untuk membahas serba-serbi bulan Sya’ban. Allahumma a’in wa yassir (Ya Allah, tolong dan mudahkanlah kami).

Keutamaan Bulan Sya’ban
Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan-bulannya selain di bulan Sya’ban”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits di atas terdapat dalil mengenai dianjurkannya melakukan amalan ketaatan di saat manusia lalai. Inilah amalan yang dicintai di sisi Allah.” (Lathoif Al Ma’arif, 235)

Banyak Berpuasa di Bulan Sya’ban
Terdapat suatu amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu amalan puasa. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri banyak berpuasa ketika bulan Sya’ban dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa wajib di bulan Ramadhan.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156).

Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)

Dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Lalu apa yang dimaksud dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya (Kaana yashumu sya’ban kullahu)? Asy Syaukani mengatakan, “Riwayat-riwayat ini bisa dikompromikan dengan kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kata “kullu” (seluruhnya) di situ adalah kebanyakannya (mayoritasnya). Alasannya, sebagaimana dinukil oleh At Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok. Beliau mengatakan bahwa boleh dalam bahasa Arab disebut berpuasa pada kebanyakan hari dalam satu bulan

dengan dikatakan berpuasa pada seluruh bulan.” (Nailul Author, 7/148). Jadi, yang dimaksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di seluruh hari bulan Sya’ban adalah berpuasa di mayoritas harinya.

Lalu Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa penuh di bulan Sya’ban? An Nawawi rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib. ”(Syarh Muslim, 4/161)

Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat dekat dengan puasa Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab, 233)

Semoga ada manfaatnya buat renungan di bulan Sya'ban sekarang ini… Dalam Rangka Menyongsong Bulan Suci Ramadlan…

12 Jul 2010

TKW di Arab Saudi

Seringkali saya membaca postingan rekan2 di kompasiana, tentang kisah2 pilu dan menyedihkan para tkw yg bekerja di Saudi Arabia. Kisah2 atau cerita2 yg diangkat berdasarkan dari cerita2 tkw2 atau karena pengamatan selintas kita tentang keadaan para tkw2 waktu bertemu di mall2, di restaurant ataupun di Rumah Sakit.

Sebetulnya kalau kita mau jujur terhadap diri kita sendiri. Para tkw/ prt2 itu. Sudah diperlakukan tidak layak dan tidak manusiawi sejak sebelum keberangkatan mereka ke Saudi. Pernahkah teman2 melihat pemandangan di bandara Soeta, bagaimana para petugas, baik petugas dari PJTKI nya atau petugas bandara memperlakukan tkw2/ prt2 yg akan diberangkatakan ke saudi arabia khususnya..?? Mereka digiring2 seperti ternak. Seringkali mereka dibentak2 bahkan dicaci maki. Saya sering melihat pemandangan seperti itu, karena setiap 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali saya pulang pergi Riyadh- jakarta, Jakarta- Riyadh. Pemandangan seperti itu, bukan pemandangan yg langka. Para tkw2 itu setelah digiring2 seperti bebek, mereka biasanya duduk bergerombol dilantai. Ada pemandangan yg berbeda tentang kelakuan dan tingkah para tkw, dari tkw2 yg akan berangkat ke saudi dengan tingkahnya para tkw2 yg mau pulang dari Saudi. Para tkw2 yg bergerombol di bandara Soeta, kebanyakan mereka diam dan tidak banyak omong. Tapi coba perhatikan para tkw2 di bandara KKIA Riyadh yg mau pulang ke jakarta. Berisiknya minta ampun. Kalau ngomong saja sampai teriak2, bahkan pernah saya lihat ada yg joget2 segala, sampai2 ditegur oleh satpam nya bandara KKIA.

Back to topic. Di bandara Soeta dokumen2 keberangkatan para tkw, saya perhatikan semuanya sudah diurus oleh petugas dari pjtki masing2. Setelah masuk ruang tunggu pesawat dan terbang ke Saudi, barulah tkw2 itu bertanggung jawab atas dirinya masing2. Ketika mereka sudah ada dalam pesawat Saudia/ GIA. Mulailah para pramugari yg di uji kesabarannya oleh para tkw. Saya memperhatikan, betapa seringnya para pramugari yg cantik2 itu membersihkan lavatory/ wc. Sambil tidak henti2 memberikan pengarahan kepada para tkw2 yg menggunakan lavatory. Coba lihat lantai lavatory yg menjadi penuh air, karena para tkw tidak tahu caranya cebok, tidak tahu caranya membuang tissue2. Semuanya berceceran di lantai. Bahkan cara mengunci wc pun mereka tidak tahu. Kalau kebetulan saya mau menggunakan wc, seringkali sayapun ikut2an memberi tahu mereka. Bahkan setiap saya pulang atau pergi riyadh - jakarta, saya pasti dan selalu menjadi sekertaris dadakan para tkw untuk mengisi kartu2 kedatangan mereka. Tahukah teman…? kalau banyak para tkw yang buta huruf…?bahkan banyak dari para tkw itu yg tidak bisa berbahasa Indonesia…?? mereka hanya bisa bahasa dari daerahnya sendiri. Jangankan bisa bahasa Arab untuk bisa berkomunikasi dengan majikan, bahasa Indonesiapun mereka banyak yg tidak tahu…? apalagi bhs Inggris…? Itu sih bisa di itung dengan jari kelingking. Mungkin dari 1 jt tkw yg ke saudi, mungkin cuma 1 yg bisa sedikit ngerti english…Itu kenyataan teman2..Menyedihkan bukan..?? terus apa yg mereka lakukan selama mereka ada di penampungan..???? Ternyata adanya balai latihan kerja itu sepertinya hanya formalitas saja. Kadang2 tidak ikut latihan kerja juga mereka sudah bisa punya sertifikatnya. Halahhhh….tahu sendiri lah, di negara tercinta kita itu apapaun bisa dibeli asal ada uang. Level korupsinya sudah dari level paling rendah sampai level paling tinggi. Berdasarkan sumber yg bisa dipercaya ( para tkw2 khususnya yg ke saudi ) selama mereka berada di penampungan itu, Selama mereka sedang mengurus dokumen2 dan menunggu datangnya visa. Para tkw2 itu tidak belajar apa2. Mereka hanya tidur2an, makan, minum, ngorol2 sampai malam, merokok ( tentu saja tidak ketahuan para pengawas penampungan ). Apalagi konon katanya, para tkw yg mau berangkat ke saudi itu, diberi uang saku sekitar 1,5 jt - 2 jt dari pjtki. Banyak para tkw2 itu menghabiskan uangnya untuk jajan, makan2 dan merokok.

Setelah mereka sampai di bandara King Khalid Riyadh. Karena tidak ada petugas dari pjtki yg mengarahkan mereka, jadilah gerombolan para tkw2 itu seperti anak ayam yg kehilangan induknya. Bagaimana tidak dibentak2 oleh petugas orang Saudi, kalau mereka disuruh berbaris disebelah kanan, para tkw masih tetap bergerombol disebelah kiri. Disuruh mengantri satu2, malah mereka saling berebut. Disuruh memperlihatkan paspor dan kartu kedatangan, mereka malah melongo bego. Ya iyalahhhh….petugas mana yg tahann….?! Apalagi orang saudi kebanyakan tidak sabaran, dan suaranya yg kenceng2. Habislah para tkw2 itu dibentak2. Jangankan oleh petugas orang Saudi yg tidak bisa berbahasa Indonesia, wong oleh petugas orang Indonesia yg sebangsa saja, para tkw itu sering dibentak2 koq.

Setelah mereka selesai di proses di imigrasi dan selesai mengambil bagasi. Mereka semua dikumpulkan dan di data. Sementara paspor para tkw2 itu akan dipegang oleh petugas Imigrasi. Setelah itu para tkw akan dibawa ke ruangan tunggu khusus tkw2, sambil menunggu dijemput oleh majikan masing2. Para tkw2 itu tidak akan dikeluarkan dari ruangan tsb, kecuali dijemput oleh majikannya yg nama majikannya tertera di paspor tkw2 tsb. Kalau yg nama penjemput tkw itu tidak sesuai dengan nama yg ada dalam paspor tkw, penjemput tsb harus memperlihatkan surat kuasa penjemputan dari calon majikan asli tkw itu. Itulah alasannya mengapa tkw2 di bandara King Khalid di kumpulkan sebelum mereka dimasukkan ke ruang tunggu. Calon majikan berada diluar sambil memelototi screen tv monitor. Disana akan disebutkan nama tkw lengkap, nama majikan dan nomor urut tkw. Kalau nama2 sudah cocok, para majikan akan lapor ke meja petugas sambil memperlihatkan kartu ID asli. Setelah itu mereka akan memanggil tkw yg bersangkutan dan memberikan paspornya. Setelah tkw dan majikannya menandatangani surat2an, barulah tkw itu bisa keluar mengikuti majikannya. Itu prosedur yg masih saya ingat. Kenapa saya tahu tentang prosedur tsb..? karena saya pernah 1 kali mengambil pembantu dari pjtki jakarta. Biaya yg dikeluarkan majikan untuk mengambil tkw, kurang lebih 28jt. Bahkan ada yg membayar lebih dari itu. ( bersambung ke bagian 2 )

24 Mei 2010

Pemimpin Mati Rasa: Sebuah Kado di Hari Kebangkitan Nasional

Prof. Dr. H. Syafi’i Ma’arif mantan Ketua Umum PP. Muhammadiyah atau yang dikenal dengan panggilan Buya Ma’arif -- satu dari sedikit Bapak Bangsa yang dimiliki Negeri yang sebenarnya kaya raya ini-- dalam sebuah diskusi di Jakarta kemarin beliau mengatakan bahwa para pemimpin di Negeri ini sudah mati rasa, sensifitas hati mereka sudah hilang dari sifat-sifat mulia kemanusiaanya, para elit lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya dari pada memikirkan kepentingan rakyat.

Jika kita cermati, gelar itu sangat pantas disandang para pemimpin elit di Negeri ini, mulai pemimpin di tingkat atas maupun dibawah baik di eksekutif, yudikatif dan legeslatif sudah mati rasa. Mereka bekerja siang malam seolah-olah bekerja untuk kepentingan rakyat, pada kenyataannya mereka bekerja untuk membela kepentingan diri sendiri dan kelompoknya saja, lihat bagaimana peresmian “Sekretariat Gabungan Koalisasi Parpol Pendukung Pemerintah” sebuah wadah berkumpulnya partai koalisi yang di ketua Presiden SBY dan wakilnya adalah ketum Golkar Aburizal Bakrie ujung-ujungnya demi membela kepentingan golongan dan melanggengkan kekuasaan partai koalisi, hal-hal seperti ini justru hanya akan menumbuhkembangkan oligarki kekuasaan dan mengkebiri demokrasi. Lihat juga kasus Century, parpol pendukung pemerintah beserta partai koalisi membela kebijakan itu dengan berbagai cara, meski jelas-jelas kebijakan itu merugikan uang rakyat trilyunan rupiah, mereka sibuk mem-back up pemerintah agar Presiden SBY tidak di makzulkan (baca; di impeachment) ditengah jalan para Menteri hasil koalisipun merapatkan barisan agar tidak di resufle karena mereka adalah aset parpol penyumbang dana terbesar dan merupakan mesin ATM-nya parpol, tidak ada dalam benak mereka memikirkan untuk mengembalikan dana para nasabah padahal para nasabah sangat menderita sekali dengan kasus perampokan di bank Century tersebut. Lihat juga kasus Susno Duadji seorang pejabat polisi aktif dengan pangkat Komisaris Jenderal (Komjen) dengan bintang tiga di pundaknya itu saja bisa dipenjara tidak berdaya melawan arogansi kekuasaan, apalagi masyarakat secara umum seperti kita pasti akan lebih dibuat tidak berdaya lagi, bagaimana elit POLRI mempertontonkan kesewenang-wenangannya agar tidak terbongkar kebobrokan di institusinya, ini adalah pertunjukan arogansi siapapun yang mencoba mereformasi institusi tempat sarang korupsi akan dikeroyok berjama’ah oleh para koruptor tersebut terutama yang berada di comfort zone yaitu zona nyaman menikmati kekayaan hasil korupsi, masalah serupa di Negeri ini masih ratusan bahkan ribuan yang tidak bisa di nalar oleh akal sehat manusia.

Kesalahan mendasar yang diperlihatkan oleh para elit kita asekarang dalah mereka tidak pernah melibatkan sifat-sifat mulia Tuhan dalam setiap urusannya, di dalam rapat, dalam bekerja, dalam mengambil keputusan dan kebijakan mereka melupakannya bahkan seakan-akan sifat-safat ketuhanan itu sengaja dibuang jauh, Pancasila sebagai dasar Negara telah mencantumkan sifat-sifat Mulia Tuhan dalam sila pertama sesungguhnya hal itu sebuah anugerah besar warisan para pendiri Negara ini yang meletakan sifat Mulia Tuhan dalam sila pertama. Sayang, sila pertama hanya simbol belaka yang harus di dewa-dewakan tapi tidak dilaksanakan. Menurut saya, seseorang sebelum menjadi pemimpin sebaiknya dia harus dikarantina terlebih dahulu selama 1 bulan penuh misalnya, khusus hanya mempelajari sila pertama saja yaitu sila yang mengandung sifat-sifat mulia Ketuhanan Yang Maha Esa, juga sebagai bekal tambahan mereka disuruh membaca dan mempelajari terlebih dahulu biografi para pemimpin pendahulunya agar terinspirasi dan mengambil suri tauladan sifat-sifat perjuangannya, seperti Ki Hajar Dewantoro dengan Taman Siswanya, KH. Hasyim Asy’ari dengan organisasi kemasyarakatan NU & Laskar Hizbullahnya, KH Ahmad Dahlan dengan Gerakan Muhammadiyahnya, KH. Agus Salim, Moh. Yamin, Sri Sultan Hamengku Buwono IX ( ayah dari Sri Sultan Hamengku Buwono X sekarang), dr Duewes Dekker, Budi Oetomo, dr. Wahidin, dr. Cipto Mangunkusumo, HOS Tjokroaminoto, KH. Mas Mansur, KH. Wahid Hasyim, , mereka semua adalah bangsawan yang melepaskan atributnya demi menjadi Bapak Bangsa yang tidak gila kekuasaan dan kemewahan, sayang sifat-sifat mulia para pemimpin pendahulu kita tidak ditiru oleh pemimpin setelahnya.

Kita ambil contoh sifat perjuangan dari satu pejuang saja dari beberapa pejuang Nasional diatas, yaitu sifat-sifat perjuangan Ki Hajar Dewantoro misalnya, saya memilih tokoh seperti beliau karena Ki Hajar Dewantoro dikenal sebagai Pahlawan Nasional dan Bapak Kebangkitan. Jika saja seorang calon pemimpin negeri ini meniru sifat-sifat beliau alangkah indahnya kepemimpinan mereka, karena hati nurani pikiran dan perasaan mereka akan hidup, kebijakan dan keputusannya pun bisa dipastikan akan berpihak pada rakyat. Jika di Barat ada “Teori Domain” nya Benjamin S. Bloom yang terkenal dengan pembentukan kognitif, afektif dan psikomotorik, maka di Indonesia terkenal dengan teorinya Ki Hajar Dewantoro --nama aslinya Raden Mas Suwardi Suryoningrat--yang terkenal dengan konsep “Tringa” yaitu ngerti (mengetahui) ngroso (memahami) dan nglakoni (melakukan). Artinya, tujuan orang hidup pada dasarnya adalah meningkatkan pengetahuannya tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkatkan sensifitas yang ada disekitarnya, serta melaksanakan ajaran yang ia telah ketahui sebelumnya. Kemudian konsep Tringa ini berkembang menjadi konsep “Trisakti Jiwa” yang terdiri dari cipta, rasa dan karsa. Maksudnya, untuk melaksanakan segala sesuatu maka harus ada kombinasi yang sinergis antara hasil oleh pikir, hasil olah rasa, serta motivasi yang kuat didalam dirinya. Yang kemudian konsep Trisakti Jiwa ini berkembang lagi menjadi konsep “Trihayu” yaitu, memayu hayuning sariro, memayu hayuning bongso, dan memayu hayuning bawono. Maksudnya, apapun yang diperbuat oleh seseorang itu hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya dan juga bermanfaat bagi orang lain bagi manusia secara keseluruhan. Kemudian konsep Trihayu inilah yang mengilhami lahirnya konsep “Trilogi Kepemimpinan” yang merupakan bekal fardlu ‘ain bagi seseorang yang akan diberi amanat menjadi pimpinan di tingkat manapun, yaitu ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, maksudnya adalah ketika seseorang berada didepan maka ia harus mampu menjadi teladan yang baik, ketika berada di tengah-tengah harus mampu membangun semangat, dan ketika berada di belakang harus mampu mendorong orang-orang atau pihak-pihak yang dipimpinannya.menjadi berkembang lebih baik lagi.

Sebenarnya sifat-sifat mulia perjuangan dan konsep hidup seperti beliau ini yang seharusnya dimiliki oleh calon pemimpin bangsa ini, seperti kesahajaan, kedermawanan, ketauladanan dan kesederhanaan. Kesederhanaan bagi mereka pejuang pendahulu kita adalah lebih mulia lebih barokah dan tentu lebih merdeka, sebab tidak takut dicurigai, tidak takut kehilangan, tidak takut kecurian dst...hidup merdeka lahir batin itu jauh lebih sehat, dengan hidup sederhana kita akan lebih bisa merasakan penderitaan sesama, menumbuhkan rasa empati terhadap orang lain serta terhindar dari penyakit mati rasa, karena banyak orang secara lahir hidup gemerlap penuh kemewahan tapi sejatinya batinnya menderita sekali, orang jawa bilang lebih baik mikul dhawet rengeng-rengeng dari pada numpak montor brebes mili…

Semoga tulisan sederhana ini menjadi inspirasi bagi pembaca budiman yang akan menjadi pemimipin di masa depan, dan semoga di hari Kebangkitan Nasional ini menjadikan hari bangkitnya kembali hati nurani para pemimpin kita agar sadar diri dari kedzaliman yang telah diperbuatnya dan berbuat lagi untuk kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan pribadi dan golongan, bukan hari Kebangkitan Nasional ini malah menjadi hari “Kebangkrutan Nasional” … Allahu a’lam

13 Mei 2010

Hidup adalah Pilihan

Saya teringat dengan slogan mantan ketua umum PAN Bp. Soetrisno Bachir yang sangat terkenal "Hidup adalah Perbuatan". Tapi dalam komentar ini saya akan memaknai lain, bahwa hidup adalah sebuah pilihan, seseorang mau memilih untuk memeluk Islam, Kristen, Hindu, Budha dst...monggo kerso tidak ada larangan, itu hak masing-masing setiap orang, di sinilah fungsi dari firman Allah fastabiqul khoirot, berlomba-lomba mencari kebenaran. Jika seseorang akan mencari sebuah kebenaran dengan sungguh-sungguh, pasti Allah akan memberi dan membukakan jalan terang bagi dia, meski dia non muslim. Banyak dalam cerita orang muslim mati dalam keadaan tidak beriman alias kafir, dan sebaliknya orang kafir tapi mendekati ajal dia mati dalam keadaan muslim dan beriman, karena itu seharusnya seseorang dalam menjalani hidup didunia ini yang dicari hanyalah Ridlo Allah SWT. Dalam hal ini ada cerita seorang pendeta mati dalam keadaan husnul khotimah.

Ibrahim al-Khawas adalah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan dimakbulkan segala doanya oleh Tuhan. Beliau pernah menceritakan suatu peristiwa yang menakjubkan yang pernah dialaminya tentang seorang pendeta. Beliau bercerita "Menurut kebiasaanku, aku keluar menziarahi Mekah tanpa kenderaan dan kafilah. Pada suatu kali, tiba-tiba aku tersesat jalan dan kemudian aku berhadapan dengan seorang rahib Nasrani (Pendeta Kristiani)." dia melihat aku dia pun berkata, "Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu?"

Ibrahim segera menjawab, "Ya, aku tidak akan menghalangi kehendakmu itu."
Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari tiga malam tanpa meminta makanan sehingga rahib itu menyatakan rasa laparnya, dia berkata, "wahai rahib muslim, aku lapar sekali berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu."
Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun bermohon kepada Allah dengan berkata, "Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku, janganlah engkau memalukan aku di hadapan seteru engkau ini…."

Belum pun habis Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah setalam hidangan dari langit berisi dua keping roti, air minuman, daging masak dan tamar (kurma). Maka mereka pun makan dan minum bersama dengan lahap sekali.
Setelah itu keduanya meneruskan perjalanan. Sesudah tiga hari tiga malam Ibrahim berkata kepada rahib itu, "Hai rahib Nasrani, aku lapar sekali berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu". Rahib itu menghadap kepada Allah, tiba-tiba turun setalam hidangan dari langit seperti yang diturunkan kepadaku dulu

Sambung Ibrahim lagi, "Tatkala aku melihat yang demikian, maka aku pun berkata kepada rahib itu… Demi Kemuliaan dan Ketinggian Allah SWT, tiadalah aku makan sehingga engkau memberitahukan (hal ini) kepadaku."
Jawab rahib itu, "Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka jatuhlah sebuah kemakrifatanmu kepadaku, lalu aku memeluk agama yang kamu anut. Sesungguhnya aku telah membuang-buang waktu dalam kesesatan dan sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepada-Nya. Dengan kedekatanmu kepada Tuhan kamu, tiadalah Dia memalukan aku. Maka terjadilah kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti ucapanmu (kalimah syahadah)."

Maka sukacitalah Ibrahim setelah mendengar jawapan rahib itu. Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan sampai ke Mekah yang mulia. Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di tanah suci itu. Suatu ketika, rahib itu tiada kelihatan olehku, lalu aku mencarinya di masjidil haram, tiba-tiba aku mendapati dia sedang bersembahyang di sisi Kaabah."
Setelah selesai rahib itu bersembahyang maka dia pun berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya telah hampir bertemu perjumpaanku dengan Allah SWT, maka peliharalah kamu akan persahabatan dan persaudaraanku denganmu."

Setelah dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia pulang ke Rahmatullah. Seterusnya Ibrahim menceritakan, "Maka aku merasa amat dukacita di atas kepergiannya itu. Aku segera menguruskan hal-hal pemandian, kafan dan pengebumiannya. Pada malam itu aku bermimpi melihat rahib itu dalam keadaan yang begitu cantik sekali tubuhnya dihiasi dengan pakaian sutera yang indah."

Melihatkan itu, Ibrahim pun terus bertanya, "Bukankah engkau ini sahabatku kemarin, apakah yang telah dilakukan oleh Allah terhadap engkau?"

Dia menjawab, "Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak, tetapi dimaafkan dan diampunkan-Nya semua itu kerana aku bersangka baik (khusnu dzanku) kepada-Nya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan engkau di dunia dan di akhirat."

Begitulah persahabatan diantara dua orang yang berpengetahuan tinggi dan memiliki kualitas keagamaan yang baik, akhirnya keduanya memperoleh hasil yang baik dan memuaskan pula. Walaupun salah seorang dahulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan kebaktiannya kepada Allah, akhirnya Allah berkenan membuka pintu HidayahNya untuk dia, sehingga diakhir hayatnya dia memeluk Islam dan mati dalam kedaan Khusnul Khotimah.

Kita doakan semoga para pendeta yang telah berkenalan, bersahabat dan bersentuhan secara intelektual dengan orang-orang beriman segera diberi hidayah oleh Allah SWT sehingga akan muncul banyak cerita tentang rahib-rahib yang mati memeluk Islam dan mati khusnul khotimah seperti cerita diatas, semoga….

10 Mei 2010

العامية السودانية و اللغة العربية الفصحى : دراسة مقارنة

بسم الله الرحمن الرحيم
بين العامية السودانية و اللغة العربية الفصحى
(( و ما توفيقي إلا بالله ، عليه توكلت وإليه أنيب )) هود ، 88.
يطيب لي في هذا المقام أن أحدثكم عن وضع اللغة العربية في السودان ، مقارناً بين العربية الفصحى و لهجاتها العامية ومما يكسب هذا الموضوع أهمية هو أن هذه العاميات السودانية تعتبر نموذجاً للعاميات العربية الأخرى، وهي جميعاً جاء من الجزيرة العربية ، ولها ارتباط وثيق بالعربية الفصحى.
وذلك لأنه كانت هناك هجرات عربية قديمة، إلى البلاد العربية المعروفة اليوم ، وقد تمت هذه الهجرات، قبل الإسلام وبعده. و بالنسبة للسودان فقد تمّت الهجرات إليه من منافذ مختلفة، من الشرق عن طريق البحر الأحمر، ومن الشمال عن طريق وادي النيل (مصر)، كما نزح بعضها من الشمال الغربي ، أو الطريق الليبي الذي كان مصدرًا لكثير من الهجرات القديمة والحديثة ، وقد حمل العرب معهم عاداتهم و معتقداتهم، و لغاتهم ، قبل الإسلام و بعده.
و اللهجات العربية في مجموعها ـ ومن بينها العامية السوادانية ، التي نحن بصدد الحديث عنها مقارنة لها بالفصحى ـتختلف عن اللغة الفصحى فالعربية الفصحى، أو قُلْ لغة قريش، لم تنتشر بين عرب الجزيرة، إلا قبيل الإسلام، وكان كثير من العرب يتعلمها، ولما كان لقريش من السلطان الديني والتجاري، كان للغتهم الزعامة بين اللغات، و كان للقبائل الأخرى لهجاتها الدارجة تتكلم بها في حديثها اليومي ، وإذا ذهب العربي النابه إلى مكة ، و أراد أن يشعر، أو يخطب ، استعمل لغة قريش أهل البلد، و حماة الكعبة و أساطين المال والتجارة ، وهكذا كان دهاة العرب و أذكياؤهم، وإذا عاد الواحد منهم إلى بلده، تحدَّث بلهجته الدارجة.
وهذه اللهجات، لم تكن معربة، وهي تذكرنا باللهجات الدارجة التي يتحدثها العرب اليوم ، ومع ذلك نزل القرآن الكريم ، مراعياً لها مُتَخَيِّراً منها ، الشيء الذي تجلى في الترادف اللغوي ( اشتراك أكثر من لفظ في معنى واحد) فيه.
ولما ظهر الإسلام، نزحت القبائل باسمه إلى البلاد المفتوحة، حاملة معها لغة القرآن الكريم إلى جانب لهجاتهم الدارجة ، و من بينها السودان.
والعربية الفصحى ظلّت قروناً عدة بين عرب السودان لغة عبادة ، أما لغة الأدب و الحديث و الخطابة فهي اللهجة الدارجة وحدها و ساعد على ذلك قلة عدد المتعلمين وضعف الروابط القوية و العصبية والقبلية و صعوبة الاتصال بين الجماعات المتناثرة في أنحاء السودان الشاسعة و هكذا ظلت العربية الفصحى حبيسةً في بوادى السودان حتى أتيح لها أن تتنفس نسيم الحربية في عهد دولة الفُونْج التي ربطت بين أجزاء السودان لما كان لها من نفوذ قوي. ( 15000 – 18000) .
أما عن كيفية انتشار العربية بلهجاتها المختلفة في السودان فمن المعروف في قوانين اللغات أنه إذا نزح غزاة أو مهاجرون إلى بلد ما، اشتبكت لغتهم مع لغة أهل البلد في صراع قد يؤدي إلى انتصار إحدى اللغتين على الأخرى ، فتغدو لغة جميع السكان ، وقد يؤدى إلى بقاء إحداهما إلى جانب الأخرى وقتاً طويلاً على أن اللغات الغالبة لايتم لها الغلب عادة إلا بعد وقت طويل ، قد يستغرق عدة قرون على شريطة أن يكون أصحاب اللغات الغالبة عدد اً كافياً ، يمتزجون بأفراد السكان الأصليين ، ومما يساعد على ذلك أن تكون اللغتان المتنازعتان من مجموعة واحدة ، أو من مجوعتين متقاربتين .
و من ذلك أنه حينما تدفقت أمواج القبائل العربية على السودان الشمالي وجدوا اللغة النُُّوبِيّة سائدة بين السكان ، فوقع حينئذ نزاع بين العربية و النوبية ، و نتيجة لذلك احتلت العربية بعض منا طق النوبية، في حين، ظلت مناطق أخرى محتفظة بالنوبية إلى جانب العربية ، فأصبح لكل واحد منهم لغتان القومية يتكلمها مع بنى جلدته، والعربية يستخدمها مع سائرها الناطقين.
على ضوء قوانين علم اللغة أنه سيأتى وقت تتم فيه الغلبة للعربية في جميع هذه المناطق ، و مع ذلك فالنوبية في أيامنا هذه لاتزال تستعير من العربية ألفاظاً وتراكيب ، حتى أن حوالي ثلاثين في المائة من مجموع ألفاظها مستمدّ من العربية.
ومن اللغات العامية في السودان لغات القبائل ( البجة ) الذين يقيمون إلى تلال البحر الأحمر، من مصر إلى كسلا ( اسم مدينة ) أو مع اتساع رقعة هذه المجموعة
و انتشارها ، فإنها صارعت أيضاً العربية ، و مازلت العربية تشقّ طريقها ، وتضيِّق على هذه اللغة ، و من ذلك نجد أنهم يتكلمون في منازلهم ومجالسهم الخاصة بالبجاوية ( لغة البجا ) ، ولكنهم في المجالس العامة يتكلمون العربية.
وكثير من القبائل كانوا في تاريخ السودان يسعون إلى التكلم بالعربية إلى جانب لغتهم، فتؤثر كل منهما في الأخرى و بعض القبائل في دارفور ضاعت لغتهم الأصلية .
كما نجد أن العربية تسربت أيضاً إلى القبائل الزنجية في جنوب السودان ولقيت منهم ترحيباً وقبولاً، وأصبحت لغة مشتركة بين قبائلهم ، تُعّبر عن مصالحهم الخاصة ، و ما عربية جُوْبا عن الأذهان ببعيدة ، وكان سيكون لها انتشار أكبر لولا مزاحمة اللغة الإنجليزية لها ، ومحاولة جعلها لغة رسمية .
و اللهجات العربية في السودان أو العاميات السودانية كثيرة ومتنوعة بسبب انتشار القبائل المختلفة في أنحاء السودان الشاسعة، ومما يدلل على ذلك ظاهرة الترادف اللغوي، فأنت لاتجده في عامية واحدة ، فمثلاً بعض القبائل تستعمل اللفظ ( سار) بمعنى( مشى) فيقولون : (( سِرت إلى كذا وكذا، بينما تستعمل قبائل أخرى مرادفه ( يمشى ) و لا تسمع عندهم (سار). وكذلك: ( راعى ) بمعنى ( نظر) أو : ( شاف )، تجده في بعض العاميات ، إذ يقول أحدهم (راعِ) ( راعِ) : أي : انظر إليّ.
ويمكن أن نقارن فيما يلي ، بين هذه العاميات السودانية واللغة العربية الفصحى ، لنعرف أوجه الاتفاق و أوجه الاختلاف بينهما ، و ذلك حسب مستويات دراسة اللغة المختلفة ، وذلك كما يلي: فعلى المستوي الصوتي ، نجد أن الأصوات الأسنانية مفقودة في هذه العاميات و هي أصوات : الثاء و الذال والظاء ، فيقولون في : ثلج و ذهب وظُل :تلج و دهب أو ضَهَب و ضُل، كما أنها تفتقد صوت القاف الصوت اللهوي، فيقال في قال: كال وفي قام: كام،فيحولونه إلى صوت الـ ( g ) في اللغة الإنجليزية. وبعض القبائل في كُرْدُفان تجعل الحاء هاء فيقولون: الهمار بدلاً من الحمار، و يجعلون الغين خاءً، فيقولون: خنم في غنم. وبعض الاختلاف في الناحية الصوتية هذه يرجع إلى حذف الصوت فيحذفون اللام في ولد فتصير( وَد )، فيقولون: ( ود فلان ) بدلاً من ولد فلان.
أمّا من الناحية الصرفية ، فألفاظ العامية هي نفس ألفاظ الفصحى مع التحريف أحياناً في ضبط الكلمة. ففي التصغير مثلاً ،يقولون في تصغير ولد وجبل : وِلَيْد و جِبَيْل ، بدلاً من وُلَيْد و جُبَيْل ، و في الجمع يقولون في ولد و قلم : (( أولاد ، أقلام ))و قديماً وُلاد و قُلُمَّة. أمّا في النسب فيقولون : سوداني ، شمالي ، جنوبي ، جَعْلي، مثل الفصحى تماماً وأحياناً يزيدون ألِفاً قبل ياء النسب ، فيقولون شُلْكاوِي ودُنْقُلاوِي وفي المصدر تجد : عِلِم ، فهَم ، كتابة ، شُكُر.
أما عن بناء الجملة ( النحو ) فالكلام هنا أيضاً يتكون من اسم و فعل و حرف كما قال ابن مالك في الفصحى :
كلامنا لفظ مفيد كاستقم واسم وفعل ثم حرف الكلم
فتجد هنا في كلامهم الجملة الفعلية، والجملة الاسمية و المنصوبات الفصحى و الأدوات الأخرى مرتبة، على النحو الذي نعرفه في الفصحى، ففي المثل السوداني: ( مديت إيدي تحت الصريف جِبْتَ تراب الريف ) لانجد غرابة في الترتيب ، فلا يكلف نقلها إلى الفصحى تغييراً في ترتيب الجملة ، إذ تقول : ( مددت يدي تحت السياج ( الحاجز من الشجر أوالقصب) فجئت بتراب مصر)) (الريف) وهو مثل يضرب للمدعى الكاذب) وهذا يحدث أثناء القصص والأسمار- وتسمع الراوى السوداني، وهو يصف أحد الأبطال، فيقول (( وجَا رَاكِبْلُو فُوْق جَمَلَن أَصْهَب)) فلا تردد في الحكم بأن هذا تركيب عربي، يعنى أن هذا الفارس : جاء راكباً فوق جملٍ أصهب)).
أمّا من الناحية المعجمية الدلالية، فألفاظ العامية تحمل نفس معاني الفصحى، ويمكنك أن تردها إلى أصلها العربي الفصيح، مادة ومدلولاً، فالسوداني يقول ((حَرْدان)) أي : غضبان)) وهو لفظ عربي فصيح، كما يقولون ((دَنْقَسْ فُلان رأسه)) إذا طأطأها، وفي القاموس: الدنقسة : تطأطأ الرأس ذُلاّ وخضوعاً. ويقولون دعَس الشيء إذا ملأه، والدعس ملأ الوعاء، كما فى القاموس. ويقولون: ((فَدَر)) إذا رجع عن غضبه، وأهل البادية يقولون: فدر الفحل( الذكر من الحيوان ) ، إذا رجع عن الضِراب( تلقيح أنثاه ).
كما نجد هنا تطور مدلول الكلمة، فكلمة (( فقيه))،اصطبغ هنا بصيغة محلية فبعد أن كانت تدل على رجل الشرع في العربية الفصحى، حرفت إلى ((فكي)) و صارت تدل على صاحب التعاويذ والعزائم، أو الشخص المنقطع للعبادة ، و كذلك لفظ القرية، فهو في العربية الفصحى يدل على مكان تجمُّع السكَن مطلقاًً صغيراً أو كبيراً، انحصر هنا في المكان الصغير ، فيما يقابل المدينة ، وكذلك لفظ ( شاف ) فهو في العربية الفصحى بمعنى تطلَّع إلى الشيء المحبوب البعيد، و تمناه، ولكنها أصبحت هنا مجرد النظر إلى الشيء يعنى من مترادفات: (رأى ).
و فيما يلي نص من تعبير بالعامية السودانية : (( أُمْبارح ( البارح) مشيت السوق ، وأخدت حاجات كتيراً ، اشتريتْ لي سكّر و قماش ، وجيت راجع بالمواصلات)).
وفيما يلي أمثال بالعامية :
1- ييد على ييد تجدع بعيد.
2- الليد الوحده مابْتُصَفِّق . ( لا تُحْدث التصفيق).
و هذان المثلان في الحث على التعاون بين الناس ، و من هذه الأمثال أيضاً: (( ساعدوه في قبر أبوه دَسَّ المحافير )) . و المحافير آلات الحفر، و هذا مثل في من لم يتعاون مع الناس، و ليس فيه خير. و منها أيضاً : (( بليلة مباشِر ولا ذبيحة مكاشر )) . هذا في من يستقبل الضيف مبتسماً، طلق الوجه ، فإنه مع طعامه البسيط خير من ذلك الذي يقدم الكثير ، و هو عابس الوجه.
و بعد، يتساءل متعلمو العربية ، من غير العرب خاصة من غير المسلمين ، عن أي لغة عربية نتعلم ، من بين هذا الخِضَم الواسع من الفصحى و لهجاتها ؟ والإجابة هنا سهلة ، لأن الخلاف اليوم أصبح محسوماً على ألا مجال للعاميات ، لأنها فقيرة ، و تفرق بين العرب، فبصبر قليل يمكن لمتعلم الفصحى أن يتفاهم مع عامة الناس ، لأنهم يحاولون الاقتراب منه، والتحدث بالفصحى ، خاصة بعد انتشار التعليم ، و لا يهُمَّنّك إذا قالوا : (( صدق الله العظيم ، أم لم يقولوا )).
ومن الطرائف هنا أن أحد الخواجات ( رجل أوربي )، مكث في السودان زمناً طويلاً، ليتعلم العامية، وعند ما ظن أنه فرغ من هذا، قابله أحد العوام، وقال له: (شِكِيْش ياخَوَاجَة) يعنى : إلى أي جهة تذهب ، ولم يفهم الخواجة، و أخذ يردد متعجباً : شكييش ! شكييش ! ومن هنا يصعب تعلم العامية و حصرها، لأنها عاميات كثيرة.
المراجع
1- تاريخ الثقافة العربية في السودان، عبد المجيد عابدين ، ط. 2 ، 1967م.
2- وخصام و نقد ، الدكتور طه حسين ، ط. 4 ، 1967
3- من أصول اللهجات العربية في السودان ، عبد المجيد عابدين ، القاهرة ، 1966

3 Mei 2010

PENDIDIKAN ISLAM: MENJAWAB TANTANGAN MANUSIA DI ABAD 21

Catatan sederhana ini sengaja aku tulis intuk memenuhi permintaan seorang teman yang ada di Riyad, dia Pimred-nya bulettin "Pena" milik KBRI yang ada di Riyad Saudi Arabia, dan sekarang aku posting di blog-ku untuk berbagi pada pembaca yang budiman, semoga pencerahan ini ada manfaatnya.

A. Pendahuluan
Hari Senin 26 April kemarin ujian nasional (UNAS) tingkat SMA-MA diumumkan, suka cita dan duka nestapa mewarnai hasil pengumuman tersebut, siswa yang dinyatakan lulus meluapkan kegembiraannya dengan berbagai aksi, ada yang corat coret baju seragam, ada yang langsung sujud syukur, convoi sepeda motor, ada yang menangis histeris saking gembiranya dsb. Namun bagi siswa yang tidak lulus bak disambar petir bahkan seperti kiamat saja, mereka kebanyakan langsung pucat lemas, pingsan, stres bahkan ada yang bunuh diri karena tidak kuasa menahan kesedihan mendalam akibat dinyatakan tidak lulus unas.

Tahun ini ada 1,5 juta lebih siswa tingkat SMA-MA yang mengikuti ujian nasional, yang dinyatakan tidak lulus sekitar 154 ribu siswa atau 10,12 %. Siswa yang tidak lulus harus mengikuti unas ulangan yang akan dilaksanakan tanggal 10–14 Mei mendatang, dan sebanyak 267 sekolah siswanya tidak lulus sama sekali dari 16 ribu sekolah yang mengikuti unas (Jawa Pos, 27 April 2010).
Peristiwa tersebut tentu tidak kita inginkan bersama. Maka, guna menghindari hal demikian ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, lembaga pendidikan dan gurunya harus lebih serius, lebih giat dan lebih profesional dalam meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungannya masing-masing, baik kualitas lembaga dalam memberikan pelayanan pendidikan, juga kualitas guru dalam peroses belajar mengajar harus selalu berkembang, kreatif, inovatif, profesional dan selalu memantau perkembangan demi perkembangan kualitas anak didiknya. Kedua, orang tua harus mulai sadar akan pentingnya pendidikan agama disamping pendidikan umum artinya anak harus dikenalkan dengan pendidikan agama (Islam) sejak usia dini sebagai kontrol, karena didalam unas hanya 6 matapelajaran yang diujikan yaitu matematika, fisika, biologi, kimia, bahasa inggris dan bahasa indonesia sedangkan pendidikan agama tidak ada, mungkin dianggap tidak penting. Ketiga, guru dan orang tua berkewajiban memantau dan memberikan perhatian yang lebih terhadap anak-anaknya dengan arahan dan belaian kasih sayang agar anak-anak merasa nyaman dan tentram dalam menghadapi berbagai macam ujian, tidak hanya ujian nasional saja akan tetapi ujian hidup sekalipun.


Dalam tulisan sederhana ini, penulis ingin memberi pencerahan tentang pentingnya pendidikan Islam sejak anak usia dini yang duduk berjajar berdampingan dengan ilmu pengetahuan lainnya agar mereka siap dalam menjawab tantangan yang teramat dahsyat di abad teknologi ini dengan memotret sisi-sisi kelam pendidikan di Indonesia sekarang.

B. Definisi Pendidikan dalam Perspektif Islam.
Dalam Khazanah pemikiran Pendidikan Islam, terutama karya-karya ilmiah berbahasa Arab, terdapat berbagai istilah yang dipergunakan oleh ahli bahasa dalam memberikan pengertian tentang “Pendidikan Islam” dan sekaligus diterapkan dalam konteks yang berbeda-beda.
Pendidikan Islam itu setidak-setidaknya tercakup dalam 8 pengertian (Hasan, 1997), yaitu: al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al-din (pengajaran agama), al-ta’lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta’lim al islamy (Pengajaran keislaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah fi al-Islam (pendidikan dalam Islam), al-tarbiyah ‘inda al-muslimin (pendidikan dikalangan orang-orang Islam) dan al-tarbiyah al-Islamiyah (pendidikan Islami).

Dalam berbagai literatur Islam, para ahli pendidikan biasanya lebih menyoroti istilah-istilah tersebut dari aspek perbedaan antara tarbiyah dan ta’lim, istilah tarbiyah lebih cocok digunakan untuk pendidikan Islam (al-Nakhlawy, 1979). Berbeda dengan Jalal (1977) dari hasil kajiannya disimpulkan bahwa istilah ta’lim lebih luas jangkauannya dan lebih umum sifatnya dari pada tarbiyah. Dikalangan penulis Indonesia, istilah pendidikan (tarbiyah) biasanya lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap, kepribadian, atau lebih mengarah pada aspek afektif, sementara pengajaran atau ta’lim lebih diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan atau lebih menonjolkan dimensi kognitif dan psikomotor. Ada kajian lainnya yang berusaha membandingkan dua istilah tersebut dengan istilah ta’dib, sebagaimana yang dikemukakan oleh Syed Naquib al-Attas dalam tulisannya bahwa istilah ta’dib lebih tepat digunakan dalam konteks pendidikan Islam dan kurang setuju dengan istilah tarbiyah dan ta’lim. Namun istilah ta’dib yang ditawarkan oleh Naquib kurang popular dikalangan pemerhati pendidikan di Indonesia.

C. Potret Pendidikan di Indonesia
Jika kita amati, problem pendidikan yang ada di indonisia adalah; bentuk pendidikan yang bersifat parsial, pragmatis, dalam banyak hal justru bersifat paradox. Parsial, karena pendidikan yang ada hanya sebatas mengembangkan intelektual dan ketrampilan dan melupakan pendidikan ahlak ,moral dan kesederhanaan jiwa hidup apa adanya. Hal tersebut menjadikan hasil dari pendidikan yang semacam ini menumbuhkan banyak orang-orang yang trampil dan cerdas secara intelektual namun miskin dalam peringai, mental dan tingkah laku, sehingga banyak orang-orang pintar namun rusak moral dan ahlaknya. Pendidikan yang demikian merupakan agen sementara yang hanya untuk melayani kepentingan dan kebutuhan hidup masyarakat industri. Karena masyarakatnya industry oriented maka yang laku adalah fakultas ekonomi, karena masyarakatnya butuh informasi dan tehnologi maka yang laris adalah fakultas tekhnik informatika dan seterusnya.
Bersifat praktis dan pragmatis, hal tersebut tercermin dalam orientasi pendidikan yang ada, yaitu lapangan kerja; dalam banyak hal sekolah sekolah didirikan dengan konsep siap pakai, siap kerja, siap latih dst. Mengukur hasil pendidikan dengan ukuran ukuran yang sederhana, berapa nilai rata-rata yang didapat, berapa lama kuliah dapat diselesaikan, IPK yang memuaskan, ijazah yang cepat didapat, dst. Kesuksesan sebuah lembaga pendidikan dilihat dari seberapa cepat anak didiknya diterima di lapangan kerja, dan seberapa besar gaji yang dapat diperolehnya. Dan hal yang demikian bertolak belakang dengan konsep pendidikan dalam Islam dimana dimensi terpenting dari hidup manusia adalah menjadikan orientasi hidupnyanya bermakna, bagaimana pendidikan dapat memberikan pengaruh dalam jiwa peserta didik untuk mengembangkan sifat-sifat mulia kemanusiaanya, manusia yang semakin bertaqwa, beriman, berbudi luhur, berpengetahuan luas, trampil dan lain sebagainya. Pendidikan yang ada di Indonesia tidak menyentuh aspek substansi yang hakiki dan inti, melainkan hanya pada kisaran kulit dan kepentingan sesaat. Hal tersebut terjadi karena pandangan yang keliru dalam memahami hakekat, peranan dan tujuan hidup manusia di dunia. Sementara itu Anita Lie (CSIS, 2000) menyatakan pendidikan yang bersifat pragmatis akan menghasilkan pola-pola pikir sempit dan akan mencerabut orang dari akar budaya aslinya. Ketegangan dan kekerasan yang terjadi diberbagai daerah dalam menyikapi berbagai persoalan hidup termasuk hasil ujian nasional sekalipun ini menunjukan begitu sempitnya pola pikir mereka sehingga sifat-sifat mulia kemanusiaanya gampang hilang begitu saja.

Bersifat paradox, Pendidikan sesungguhnya adalah proses peniruan, pembiasaan, penghargaan. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Dalam pendidikan yang ada di Indonesia kita semakin sulit menemukan seorang guru yang ideal, yang menjadi sumber inspirasi bagi anak didiknya. Seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad Samir al-Munir dalam bukunya ketika menulis risalah untuk guru “kami meletakan belahan hati dan jiwa kami di hadapan anda agar mereka mendengarkan apa perkataan anda. Mata mereka terikat kepada anda. Yang baik menurut mereka adalah apa yang anda perbuat dan yang buruk menurut mereka adalah apa yang anda tinggalkan. Karena itu, dalam memperbaiki mereka, yang pertama kali harus anda perbaiki adalah diri anda sendiri. Anda jaga diri anda agar senantiasa berada di dalam kebaikan…di hadapan anda ada saudara-saudara dan anak-anak kami. Mereka mendapat hidayah dengan ilmu anda. Mereka menuai buah dari benih yang anda tanam, karena itu jadilah teladan yang baik bagi mereka".

Pendidikan sebagai proses peniruan dan pembiasaan harus dimulai dari guru itu sendiri, lalu ditularkan pada anak didiknya, guru harus membiasakan anak didiknya untuk sholat ke masjid setiap kali mendengar adzan, umpamanya. Karena pembiasaan adalah faktor terpenting untuk menciptakan moral dan akhlak. Anak yang terbiasa pergi ke masjid setiap kali mendengar adzan akan merasa tidak enak apabila ada adzan kemudian tidak pergi ke masjid, perasaan yang demikian akan terpatri dalam jiwa anak didik ketika ia telah terbiasa. Dan keterbiasaan itu perlu dilakukan dengan proses pembiasaan, jadi guru tidak hanya berfungsi mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, tidak hanya mengejar nilai unas, tidak lagi mengejar gaji akan tetapi harus memperdulikan moral dan akhlaq anak didiknya.

Bila ditilik lebih lanjut sesungguhnya yang demikian adalah efek pemisahan antara Ilmu dan amal yang terjadi di negara sekuler. Bahwa bisa saja seseorang sangat intelek dan kaya keilmuan namun prilakunya tidak berkaitan dengan ilmu yang dimilikinya. Ilmu bagi mereka adalah value free (bebas nilai) tidak ada sangkut pautnya dengan prilaku sehari hari. Berbeda dengan konsep Islam, syarat seseorang disebut "alim" apabila ia memiliki sifat wara’, dalam Rijal al-Hadist umpamanya, seseorang baru diterima untuk mentransformasikan hadist (ilmu pengetahuan) jika ia dhobith, bisa dipercaya dan adil, kepintaran saja tidak cukup tapi ia juga harus berperingai baik, jika saja ia pernah berbohong sekali saja dalam hidupnya, maka hadits yang diriwayatkan dianggap tidak syah. Model pendidikan seperti ini seharusnya yang dikenalkan, dikembangkan dan dibiasakan terhadap anak didik kita agar dia tumbuh besar menjadi manusia yang menguasai IPTEK dan IMTAQ.

D. Penutup.
Masalah yang mendasar dari potret pendidikan yang ada di Indonesia adalah bahwa pendidikan menjadi alat mobilisasi social-ekonomi individu dan Negara. Fenomena ini tidak pernah melanda umat Islam sebelumnya dan sangat berbahaya bagi prinsip-prinsip dasar filsafat pendidikan Islam, yaitu mencari ilmu untuk bekal dikemudian hari (akhirat). Muhammad abduh seorang teolog dari Mesir mengkritik hasil-hasil negative dari tujuan pendidikan yang pragmatis, karena hal itu dianggap melakukan pendangkalan agama, ia menyadari bahwa tujuan pendidikan bukan untuk mobilisasi social-ekonomi, melainkan untuk mengembangkan kepribadian peserta didik. Dalam teori Bloom disebutkan bahwa setiap peserta didik dalam jiwanya harus terpenuhi ketiga unsur sekaligus, yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Afektif mengarah pada pembentukan karacter building, kognitif pada ranah intelectual building sedangkan psikomotorik mengarah pada ranah skill building, dan diantara ketiga aspek tersebut yang paling utama adalah aspek afektif yaitu pembentukan karakter, sedangkan tidak bisa dibentuk dengan sempurna kecuali dengan menanamkan pendidikan Islam sejak dini, karena hakekat sebuah ilmu pengetahuan endingnya adalah di moral atau akhlaqul karimah. Allahu A’lam bi as-Showab...