19 Okt 2009

Dikhotomi Ilmu Pengetahuan

Akhir-akhir ini kita sering mendengar parsialisasi ilmu pengetahuan, ada ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Dalam banyak momentum penting kita sering mendengar dan melihat hal itu, baik yang ditulis resmi dalam sebuah buku, makalah, diktat, modul, media cetak maupun dalam media elektronika. Bahkan di dalam perguruan tinggipun ---yang notabene--- gudangnya pakar ilmu pengetahuan sering kita mendengar hal yang sama. Pertanyaannya, bagaimana parsialisasi ilmu pengetahuan itu menurut pandangan Islam ?...

Sebenarnya kalau kita cermat dalam membaca sejarah, Islam tidak mengenal dikhotomi ilmu pengetahuan,tidak ada pemisahan antara ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Bermula dari Filosof Islam al-Ghozali yang hidup pada tahun 450 H, beliau mengklasifikasi tentang ilmu pengetahuan, merinci bangunan ilmu pengetahuan secara jelas dan gamblang sesuai dengan jenis, sifat, karakter dan model ilmu pengetahuan tersebut. Beliau sama sekali tidak menjastifikasi tentang ilmu pengetahuan itu sendiri apalagi bermaksud memisahkan antara masing-masing ilmu pengetahuan tersebut terutama ilmu pengetahuan agama dan umum, karena pada dasarnya semua ilmu pengetahuan yang bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits itu berhubungan dan bertalian erat satu sama lain dan saling melengkapi. Kalaulah ada ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan lain, bisa di pastikan bahwa ilmu pengetahuan yang model tersebut tidak merujuk dan tidak bersumber pada al-Qur`an dan al-Hadits, biasanya merujuk pada ilmuwan barat yang sebelum Islam datang -dalam sejarah- mereka hidup dalam kemiskinan, kekumuhan dan peradaban yang serba terbelakang karena mereka tertinggal jauh dengan Islam terutama di bidang ilmu pengetahuan, tehnologi dan pendidikannya. Begitu juga kalau ada orang yang masih mempersoalkan dan mempertentangkan tentang dikhotomi tersebut mungkin orang itu belum sempat membaca dan mempelajari sejarah ilmu pengetahuan secara cermat dan cerdas, hal ini sebetulnya sudah dijelaskan secara detail oleh al-Ghozali dalam kitabnya "al-Munqidz min al-Dlolal".

Hal ini juga tergambar dengan jelas jika kita sempat membaca dan mempelajari sosok figur Ulama` Islam lainnya yang hidup 4 abad setelah al-Ghozali, yaitu Ibnu Khaldun. Beliau hidup pada tahun 880 H, pada usia 7 tahun sudah hafal al-Qur`an 30 juz, usia 13 tahun sudah selesai belajar Islam, artinya beliau sudah menguasai bahasa arab, ilmu bahasa, mustholah, tauhid, fiqh, akhlaq, tasawuf dan tarikh atau sejarah. Pada usia 20 tahun beliau sudah dimintai fatwa-fatwanya, jika beliau duduk bersama ahli fisika beliau jadi fisikawan dan dimintai fatwa tentang fisika, jika duduk bersama ahli kimia beliau jadi kimiawan dan dimintai fatwa tentang kimia, jika duduk bersama ahli biologi beliau jadi pakar biologi dan dimintai fatwa tentang biologi, dan jika duduk bersama ahli agama atau para Ulama` beliau jadi muftinya dan dimintai fatwa-fatwa tentang agama.

Model pribadi seperti beliau ini yang seharusnya dijadikan uswah dalam memaknai sebuah ilmu pengetahuan, dalam diri beliau tidak mengenal parsialisasi ilmu pengetahuan apalagi dikhotomi ilmu pengetahuan, bahkan jika memberi sambutan kata pengantar dalam setiap jenis buku apa saja beliau selalu menulisnya 600 halaman lebih, padahal biasanya kata pengantar tidak lebih dari 5 halaman saja itupun sudah termasuk banyak untuk ukuran sekarang.

Paradigma ini jika kita kerucutkan ke dunia kampus, untuk Kerajaan Saudi Arabia dikembangkan oleh King Saud University dikampus ini tidak hanya dikembangkan ilmu pengetahuan agama saja tapi berbagai disiplin ilmu juga berkembang disini, ada Fak Saintek, Fak Kedokteran, Fak Komunikasi, Fak Ekonomi, Fak Pertanian, disamping ada Fak Tarbiyah, Fak Adab dan Fak Syariah, dan Alhamdulillah di Indonesia paradigma ini sudah dikembangkan oleh UIN seluruh Indonesia, terutama UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sebagai pionernya.Semoga dengan tambahan sharing dan informasi seperti ini menjadikan kita lebih dewasa dalam memaknai sebuah bangunan ilmu pengetahuan. Wallahu a`lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar