Kisi-kisi Perkuliahan
Fakultas Humaniora dan Budaya
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jawa Timur
Mata kuliah : Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
Bobot SKS : 3 sks
Semester : V (lima)
Pengampu : H. Saiful Mustofa, M.Pd.
A. Diskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah ini adalah jenis mata kuliah keahlian berkarya (MBK), melalui mata kuliah ini mahasiswa akan diberi pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan praktek strategi pembelajaran unsur dan ketrampilan bahasa arab yang meliputi strategi pembelajaran ashwat, mufrodat, tarokib, maharah istima`, kalam, qira`ah dan kitabah untuk semua tingkat kemampuan berbahasa (dasar, menengah dan tinggi).
B. Tujuan
Setelah selesai mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa mampu menguasai strategi pembelajaran unsure-unsur bahasa arab (ashwat, mufrodat, tarokib) dan ketrampilan bahasa arab (istima`, kalam, qira`ah dan kitabah) serta mereka diharapkan mampu mengaplikasikannya dalam proses belajar mengajar bahasa arab pada semua jenjang pendidikan.
C. Materi
Untuk menncapai tujuan tersebut, maka materinya disusun sebagai berikut:
1. Pengertian strategi dan strategi pembelajaran bahasa arab
2. Strategi pembelajaran unsur-unsur bahasa arab (ashwat, mufrodat, tarokib)
3. Strategi pembelajaran ketrampilan bahasa arab (istima`, kalam, qira`ah dan kitabah)
D. Aspek Penilaian
1. Kehadiran : 10 %
2. Presentasi materi perkuliahan : 20 %
3. Ujian tengah semester : 20 %
4. Ujian akhir semester : 25 %
5. Unjuk kerja mahasiswa : 25 %
E. Daftar Rujukan
- M. Abd. Hamid dkk, Pembelajaran Bahasa Arab; pendekatan, metode, strategi, materi dan media. Malang, UIN Press Malang, 2008.
- Iskandar wassid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung, Pascasarjana UPI – Rosdakarya, 2008.
أحمد طعيمة، 1989. تعليم العربية لغير الناطقين بها مناهجه وأساليبه. إيسسكو
الخولي, 1982. أساليب تدريس اللغة العربية. المملكة العربية السعودية
علي أحمد مذكور, 1991. تدريس فنون اللغة العربية، القاهرة: دار الشواف
لجنة الإعداد والترجمة، 1990. مذاهب و طرائق في تعليم اللغات. المملكة العربية السعودية
الناقة، 19985. تعلم اللغة العربية للناطقين بلغات أخرى أسسه، مداخله، طرق تدريسه. مكة المكرمةز أم القرى
21 Okt 2009
19 Okt 2009
Dikhotomi Ilmu Pengetahuan
Akhir-akhir ini kita sering mendengar parsialisasi ilmu pengetahuan, ada ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Dalam banyak momentum penting kita sering mendengar dan melihat hal itu, baik yang ditulis resmi dalam sebuah buku, makalah, diktat, modul, media cetak maupun dalam media elektronika. Bahkan di dalam perguruan tinggipun ---yang notabene--- gudangnya pakar ilmu pengetahuan sering kita mendengar hal yang sama. Pertanyaannya, bagaimana parsialisasi ilmu pengetahuan itu menurut pandangan Islam ?...
Sebenarnya kalau kita cermat dalam membaca sejarah, Islam tidak mengenal dikhotomi ilmu pengetahuan,tidak ada pemisahan antara ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Bermula dari Filosof Islam al-Ghozali yang hidup pada tahun 450 H, beliau mengklasifikasi tentang ilmu pengetahuan, merinci bangunan ilmu pengetahuan secara jelas dan gamblang sesuai dengan jenis, sifat, karakter dan model ilmu pengetahuan tersebut. Beliau sama sekali tidak menjastifikasi tentang ilmu pengetahuan itu sendiri apalagi bermaksud memisahkan antara masing-masing ilmu pengetahuan tersebut terutama ilmu pengetahuan agama dan umum, karena pada dasarnya semua ilmu pengetahuan yang bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits itu berhubungan dan bertalian erat satu sama lain dan saling melengkapi. Kalaulah ada ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan lain, bisa di pastikan bahwa ilmu pengetahuan yang model tersebut tidak merujuk dan tidak bersumber pada al-Qur`an dan al-Hadits, biasanya merujuk pada ilmuwan barat yang sebelum Islam datang -dalam sejarah- mereka hidup dalam kemiskinan, kekumuhan dan peradaban yang serba terbelakang karena mereka tertinggal jauh dengan Islam terutama di bidang ilmu pengetahuan, tehnologi dan pendidikannya. Begitu juga kalau ada orang yang masih mempersoalkan dan mempertentangkan tentang dikhotomi tersebut mungkin orang itu belum sempat membaca dan mempelajari sejarah ilmu pengetahuan secara cermat dan cerdas, hal ini sebetulnya sudah dijelaskan secara detail oleh al-Ghozali dalam kitabnya "al-Munqidz min al-Dlolal".
Hal ini juga tergambar dengan jelas jika kita sempat membaca dan mempelajari sosok figur Ulama` Islam lainnya yang hidup 4 abad setelah al-Ghozali, yaitu Ibnu Khaldun. Beliau hidup pada tahun 880 H, pada usia 7 tahun sudah hafal al-Qur`an 30 juz, usia 13 tahun sudah selesai belajar Islam, artinya beliau sudah menguasai bahasa arab, ilmu bahasa, mustholah, tauhid, fiqh, akhlaq, tasawuf dan tarikh atau sejarah. Pada usia 20 tahun beliau sudah dimintai fatwa-fatwanya, jika beliau duduk bersama ahli fisika beliau jadi fisikawan dan dimintai fatwa tentang fisika, jika duduk bersama ahli kimia beliau jadi kimiawan dan dimintai fatwa tentang kimia, jika duduk bersama ahli biologi beliau jadi pakar biologi dan dimintai fatwa tentang biologi, dan jika duduk bersama ahli agama atau para Ulama` beliau jadi muftinya dan dimintai fatwa-fatwa tentang agama.
Model pribadi seperti beliau ini yang seharusnya dijadikan uswah dalam memaknai sebuah ilmu pengetahuan, dalam diri beliau tidak mengenal parsialisasi ilmu pengetahuan apalagi dikhotomi ilmu pengetahuan, bahkan jika memberi sambutan kata pengantar dalam setiap jenis buku apa saja beliau selalu menulisnya 600 halaman lebih, padahal biasanya kata pengantar tidak lebih dari 5 halaman saja itupun sudah termasuk banyak untuk ukuran sekarang.
Paradigma ini jika kita kerucutkan ke dunia kampus, untuk Kerajaan Saudi Arabia dikembangkan oleh King Saud University dikampus ini tidak hanya dikembangkan ilmu pengetahuan agama saja tapi berbagai disiplin ilmu juga berkembang disini, ada Fak Saintek, Fak Kedokteran, Fak Komunikasi, Fak Ekonomi, Fak Pertanian, disamping ada Fak Tarbiyah, Fak Adab dan Fak Syariah, dan Alhamdulillah di Indonesia paradigma ini sudah dikembangkan oleh UIN seluruh Indonesia, terutama UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sebagai pionernya.Semoga dengan tambahan sharing dan informasi seperti ini menjadikan kita lebih dewasa dalam memaknai sebuah bangunan ilmu pengetahuan. Wallahu a`lam.
Sebenarnya kalau kita cermat dalam membaca sejarah, Islam tidak mengenal dikhotomi ilmu pengetahuan,tidak ada pemisahan antara ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Bermula dari Filosof Islam al-Ghozali yang hidup pada tahun 450 H, beliau mengklasifikasi tentang ilmu pengetahuan, merinci bangunan ilmu pengetahuan secara jelas dan gamblang sesuai dengan jenis, sifat, karakter dan model ilmu pengetahuan tersebut. Beliau sama sekali tidak menjastifikasi tentang ilmu pengetahuan itu sendiri apalagi bermaksud memisahkan antara masing-masing ilmu pengetahuan tersebut terutama ilmu pengetahuan agama dan umum, karena pada dasarnya semua ilmu pengetahuan yang bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits itu berhubungan dan bertalian erat satu sama lain dan saling melengkapi. Kalaulah ada ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan lain, bisa di pastikan bahwa ilmu pengetahuan yang model tersebut tidak merujuk dan tidak bersumber pada al-Qur`an dan al-Hadits, biasanya merujuk pada ilmuwan barat yang sebelum Islam datang -dalam sejarah- mereka hidup dalam kemiskinan, kekumuhan dan peradaban yang serba terbelakang karena mereka tertinggal jauh dengan Islam terutama di bidang ilmu pengetahuan, tehnologi dan pendidikannya. Begitu juga kalau ada orang yang masih mempersoalkan dan mempertentangkan tentang dikhotomi tersebut mungkin orang itu belum sempat membaca dan mempelajari sejarah ilmu pengetahuan secara cermat dan cerdas, hal ini sebetulnya sudah dijelaskan secara detail oleh al-Ghozali dalam kitabnya "al-Munqidz min al-Dlolal".
Hal ini juga tergambar dengan jelas jika kita sempat membaca dan mempelajari sosok figur Ulama` Islam lainnya yang hidup 4 abad setelah al-Ghozali, yaitu Ibnu Khaldun. Beliau hidup pada tahun 880 H, pada usia 7 tahun sudah hafal al-Qur`an 30 juz, usia 13 tahun sudah selesai belajar Islam, artinya beliau sudah menguasai bahasa arab, ilmu bahasa, mustholah, tauhid, fiqh, akhlaq, tasawuf dan tarikh atau sejarah. Pada usia 20 tahun beliau sudah dimintai fatwa-fatwanya, jika beliau duduk bersama ahli fisika beliau jadi fisikawan dan dimintai fatwa tentang fisika, jika duduk bersama ahli kimia beliau jadi kimiawan dan dimintai fatwa tentang kimia, jika duduk bersama ahli biologi beliau jadi pakar biologi dan dimintai fatwa tentang biologi, dan jika duduk bersama ahli agama atau para Ulama` beliau jadi muftinya dan dimintai fatwa-fatwa tentang agama.
Model pribadi seperti beliau ini yang seharusnya dijadikan uswah dalam memaknai sebuah ilmu pengetahuan, dalam diri beliau tidak mengenal parsialisasi ilmu pengetahuan apalagi dikhotomi ilmu pengetahuan, bahkan jika memberi sambutan kata pengantar dalam setiap jenis buku apa saja beliau selalu menulisnya 600 halaman lebih, padahal biasanya kata pengantar tidak lebih dari 5 halaman saja itupun sudah termasuk banyak untuk ukuran sekarang.
Paradigma ini jika kita kerucutkan ke dunia kampus, untuk Kerajaan Saudi Arabia dikembangkan oleh King Saud University dikampus ini tidak hanya dikembangkan ilmu pengetahuan agama saja tapi berbagai disiplin ilmu juga berkembang disini, ada Fak Saintek, Fak Kedokteran, Fak Komunikasi, Fak Ekonomi, Fak Pertanian, disamping ada Fak Tarbiyah, Fak Adab dan Fak Syariah, dan Alhamdulillah di Indonesia paradigma ini sudah dikembangkan oleh UIN seluruh Indonesia, terutama UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sebagai pionernya.Semoga dengan tambahan sharing dan informasi seperti ini menjadikan kita lebih dewasa dalam memaknai sebuah bangunan ilmu pengetahuan. Wallahu a`lam.
18 Okt 2009
Agama, wali dan pendeta
Saya teringat dengan slogan ketua umum PAN Bp. Soetrisno Bachir yang sangat terkenal "Hidup adalah Perbuatan". Tapi dalam komentar ini saya akan memaknai lain, bahwa hidup adalah sebuah pilihan, seseorang mau memilih untuk memeluk Islam, Kristen, Hindu, Budha dst...monggo kerso tidak ada larangan, itu hak masing-masing setiap orang, di sinilah fungsi dari firman Allah fastabiqul khoirot, berlomba-lomba mencari kebenaran. Jika seseorang akan mencari sebuah kebenaran dengan sungguh-sungguh, pasti Allah akan memberi dan membukakan jalan terang bagi dia, meski dia non muslim. Banyak dalam cerita orang muslim mati dalam keadaan tidak beriman alias kafir, dan sebaliknya orang kafir tapi mendekati ajal dia mati dalam keadaan muslim dan beriman, karena itu seharusnya seseorang dalam menjalani hidup didunia ini yang dicari hanyalah Ridlo Allah SWT. Dalam hal ini ada cerita seorang pendeta mati dalam keadaan husnul khotimah.
Ibrahim al-Khawas adalah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan dimakbulkan segala doanya oleh Tuhan. Beliau pernah menceritakan suatu peristiwa yang menakjubkan yang pernah dialaminya tentang seorang pendeta. Beliau bercerita "Menurut kebiasaanku, aku keluar menziarahi Mekah tanpa kenderaan dan kafilah. Pada suatu kali, tiba-tiba aku tersesat jalan dan kemudian aku berhadapan dengan seorang rahib Nasrani (Pendeta Kristiani)." dia melihat aku dia pun berkata, "Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu?"
Ibrahim segera menjawab, "Ya, aku tidak akan menghalangi kehendakmu itu."
Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari tiga malam tanpa meminta makanan sehingga rahib itu menyatakan rasa laparnya, dia berkata, "wahai rahib muslim, aku lapar sekali berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu."
Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun bermohon kepada Allah dengan berkata, "Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku, janganlah engkau memalukan aku di hadapan seteru engkau ini…."
Belum pun habis Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah setalam hidangan dari langit berisi dua keping roti, air minuman, daging masak dan tamar (kurma). Maka mereka pun makan dan minum bersama dengan lahap sekali.
Setelah itu keduanya meneruskan perjalanan. Sesudah tiga hari tiga malam Ibrahim berkata kepada rahib itu, "Hai rahib Nasrani, aku lapar sekali berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu". Rahib itu menghadap kepada Allah, tiba-tiba turun setalam hidangan dari langit seperti yang diturunkan kepadaku dulu
Sambung Ibrahim lagi, "Tatkala aku melihat yang demikian, maka aku pun berkata kepada rahib itu… Demi Kemuliaan dan Ketinggian Allah SWT, tiadalah aku makan sehingga engkau memberitahukan (hal ini) kepadaku."
Jawab rahib itu, "Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka jatuhlah sebuah kemakrifatanmu kepadaku, lalu aku memeluk agama yang kamu anut. Sesungguhnya aku telah membuang-buang waktu dalam kesesatan dan sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepada-Nya. Dengan kedekatanmu kepada Tuhan kamu, tiadalah Dia memalukan aku. Maka terjadilah kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti ucapanmu (kalimah syahadah)."
Maka sukacitalah Ibrahim setelah mendengar jawapan rahib itu. Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan sampai ke Mekah yang mulia. Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di tanah suci itu. Suatu ketika, rahib itu tiada kelihatan olehku, lalu aku mencarinya di masjidil haram, tiba-tiba aku mendapati dia sedang bersembahyang di sisi Kaabah."
Setelah selesai rahib itu bersembahyang maka dia pun berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya telah hampir bertemu perjumpaanku dengan Allah SWT, maka peliharalah kamu akan persahabatan dan persaudaraanku denganmu."
Setelah dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia pulang ke Rahmatullah. Seterusnya Ibrahim menceritakan, "Maka aku merasa amat dukacita di atas kepergiannya itu. Aku segera menguruskan hal-hal pemandian, kafan dan pengebumiannya. Pada malam itu aku bermimpi melihat rahib itu dalam keadaan yang begitu cantik sekali tubuhnya dihiasi dengan pakaian sutera yang indah."
Melihatkan itu, Ibrahim pun terus bertanya, "Bukankah engkau ini sahabatku kemarin, apakah yang telah dilakukan oleh Allah terhadap engkau?"
Dia menjawab, "Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak, tetapi dimaafkan dan diampunkan-Nya semua itu kerana aku bersangka baik (khusnu dzanku) kepada-Nya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan engkau di dunia dan di akhirat."
Begitulah persahabatan diantara dua orang yang berpengetahuan tinggi dan memiliki kualitas keagamaan yang baik, akhirnya keduanya memperoleh hasil yang baik dan memuaskan pula. Walaupun salah seorang dahulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan kebaktiannya kepada Allah, akhirnya Allah berkenan membuka pintu HidayahNya untuk dia, sehingga diakhir hayatnya dia memeluk Islam dan mati dalam kedaan Khusnul Khotimah.
Kita doakan semoga para pendeta yang telah berkenalan, bersahabat, bersentuhan dan bersenggama secara intelektual dengan Islam segera diberi hidayah oleh Allah SWT sehingga akan muncul banyak cerita tentang rahib-rahib yang mati memeluk Islam dan mati khusnul khotimah seperti cerita diatas, semoga…
Ibrahim al-Khawas adalah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan dimakbulkan segala doanya oleh Tuhan. Beliau pernah menceritakan suatu peristiwa yang menakjubkan yang pernah dialaminya tentang seorang pendeta. Beliau bercerita "Menurut kebiasaanku, aku keluar menziarahi Mekah tanpa kenderaan dan kafilah. Pada suatu kali, tiba-tiba aku tersesat jalan dan kemudian aku berhadapan dengan seorang rahib Nasrani (Pendeta Kristiani)." dia melihat aku dia pun berkata, "Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu?"
Ibrahim segera menjawab, "Ya, aku tidak akan menghalangi kehendakmu itu."
Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari tiga malam tanpa meminta makanan sehingga rahib itu menyatakan rasa laparnya, dia berkata, "wahai rahib muslim, aku lapar sekali berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu."
Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun bermohon kepada Allah dengan berkata, "Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku, janganlah engkau memalukan aku di hadapan seteru engkau ini…."
Belum pun habis Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah setalam hidangan dari langit berisi dua keping roti, air minuman, daging masak dan tamar (kurma). Maka mereka pun makan dan minum bersama dengan lahap sekali.
Setelah itu keduanya meneruskan perjalanan. Sesudah tiga hari tiga malam Ibrahim berkata kepada rahib itu, "Hai rahib Nasrani, aku lapar sekali berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu". Rahib itu menghadap kepada Allah, tiba-tiba turun setalam hidangan dari langit seperti yang diturunkan kepadaku dulu
Sambung Ibrahim lagi, "Tatkala aku melihat yang demikian, maka aku pun berkata kepada rahib itu… Demi Kemuliaan dan Ketinggian Allah SWT, tiadalah aku makan sehingga engkau memberitahukan (hal ini) kepadaku."
Jawab rahib itu, "Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka jatuhlah sebuah kemakrifatanmu kepadaku, lalu aku memeluk agama yang kamu anut. Sesungguhnya aku telah membuang-buang waktu dalam kesesatan dan sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepada-Nya. Dengan kedekatanmu kepada Tuhan kamu, tiadalah Dia memalukan aku. Maka terjadilah kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti ucapanmu (kalimah syahadah)."
Maka sukacitalah Ibrahim setelah mendengar jawapan rahib itu. Kemudian keduanya pun meneruskan perjalanan sampai ke Mekah yang mulia. Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di tanah suci itu. Suatu ketika, rahib itu tiada kelihatan olehku, lalu aku mencarinya di masjidil haram, tiba-tiba aku mendapati dia sedang bersembahyang di sisi Kaabah."
Setelah selesai rahib itu bersembahyang maka dia pun berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya telah hampir bertemu perjumpaanku dengan Allah SWT, maka peliharalah kamu akan persahabatan dan persaudaraanku denganmu."
Setelah dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia pulang ke Rahmatullah. Seterusnya Ibrahim menceritakan, "Maka aku merasa amat dukacita di atas kepergiannya itu. Aku segera menguruskan hal-hal pemandian, kafan dan pengebumiannya. Pada malam itu aku bermimpi melihat rahib itu dalam keadaan yang begitu cantik sekali tubuhnya dihiasi dengan pakaian sutera yang indah."
Melihatkan itu, Ibrahim pun terus bertanya, "Bukankah engkau ini sahabatku kemarin, apakah yang telah dilakukan oleh Allah terhadap engkau?"
Dia menjawab, "Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak, tetapi dimaafkan dan diampunkan-Nya semua itu kerana aku bersangka baik (khusnu dzanku) kepada-Nya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan engkau di dunia dan di akhirat."
Begitulah persahabatan diantara dua orang yang berpengetahuan tinggi dan memiliki kualitas keagamaan yang baik, akhirnya keduanya memperoleh hasil yang baik dan memuaskan pula. Walaupun salah seorang dahulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan kebaktiannya kepada Allah, akhirnya Allah berkenan membuka pintu HidayahNya untuk dia, sehingga diakhir hayatnya dia memeluk Islam dan mati dalam kedaan Khusnul Khotimah.
Kita doakan semoga para pendeta yang telah berkenalan, bersahabat, bersentuhan dan bersenggama secara intelektual dengan Islam segera diberi hidayah oleh Allah SWT sehingga akan muncul banyak cerita tentang rahib-rahib yang mati memeluk Islam dan mati khusnul khotimah seperti cerita diatas, semoga…
Langganan:
Postingan (Atom)